TEMPO.CO, Jakarta - Sudan jatuh ke dalam kekacauan, setelah perebutan kekuasaan yang brutal antara militer dan paramiliter yang kuat, pecah pada 15 April 2023. Kedua kekuatan itu dipimpin oleh dua jenderal yang merupakan mantan sekutu dalam menggulingkan pemerintahan otoriter negara itu.
Korban tewas akibat konflik di Sudan telah meningkat menjadi lebih dari 420 orang, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Kubu bertikai pada Senin dilaporkan menyepakati gencatan senjata selama 72 jam, meskipun tiga upaya gencatan senjata sebelumnya gagal berlangsung.
Siapa yang Berperang di Sudan?
Ketua Dewan Transisi Militer Sudan Letnan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan. [ARAB NEWS]
Bentrokan di Sudan terjadi antara Angkatan Bersenjata Sudan, yang dipimpin oleh Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF), yang dipimpin oleh Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo atau dikenal dengan Hemedti.
RSF adalah pasukan paramiliter yang dibentuk oleh mantan pemimpin Omar al-Bashir, yang berakar pada milisi Janjaweed. Milisi ini dikenal brutal menumpas protes kelompok non-Arab yang menolak kepemimpinan Bashir.
Sebelum konflik pada bulan ini, kedua pemimpin kekuatan tersebut adalah sekutu. Mereka bekerja sama pada 2019 untuk menggulingkan diktator brutal Sudan Omar al-Bashir, yang memerintah negara itu selama tiga dekade, merebut kekuasaan ketika ribuan orang turun ke jalan dalam pemberontakan rakyat melawan al-Bashir.
Setelah kudeta itu, sebuah pemerintahan pembagian kekuasaan dibentuk, terdiri dari kelompok sipil dan militer. Rencananya adalah untuk menjalankan Sudan selama beberapa tahun dan mengawasi transisi ke pemerintahan yang sepenuhnya dikelola sipil.