Khudori juga mengatakan, ketika harga gabah dan harga beras tinggi atau di atas HPP, Bulog tidak perlu masuk ke pasar. Jika Bulog memaksakan diri secara agresif masuk ke pasar dengan berebut barang dengan pelaku lain akan muncul salah urus. Harga gabah dan harga beras akan semakin tinggi.
Hanya saja yang menjadi masalah kalau Bulog tidak dapat barang, maka cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog rendah. CBP yang rendah membuat pemerintah tak punya instrumen stabilisasi yang siap digerakan tiap saat untuk mengoreksi kegagalan pasar. Pelaku pasar yang dominan akan mudah mendikte harga di pasar. “Ini tentu harus dicegah. Inilah titik dilema,” kata Khudori.
Khudori berujar, saat ini cadangan beras di Bulog amat rendah. Minggu lalu hanya sekitar 280 ribu ton. Sementara mulai Maret hingga Mei nanti Bulog harus menyalurkan bantuan social atau bansos beras sebanyak 210 ribu ton beras per bulan.
“Dari mana berasnya? Langkah Bapanas dan Kemenko Perekonomian mengumpulkan penggilingan padi agar berkomitmen menyetorkan stok mereka ke Bulog adalah langkah baik. Tapi ini tak banyak membantu,” kata dia.
Impor Beras Bukan Haram, tapi….
Senada dengan Khudori, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, juga mengamini impor beras bukan perkara haram. Biasanya, pemerintah mewacanakan impor beras karena sejumlah faktor. Salah satunya ketika penyerapan beras oleh Bulog yang tidak maksimal.
Selanjutnya: “Dan ini bukan semata-mata salah Bulog...."