Rentetan kasus harta jumbo ini sampai pada puncaknya ketika Menkopolhukam Mahfud Md menyampaikan temuan transaksi mencurigakan di lingkungan Kemenkeu senilai Rp 300 triliun. Mahfud mengatakan temuan tersebut merupakan fakta berbasis data. Dia mengatakan telah menyerahkan temuan itu kepada PPATK dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini akan melibatkan seluruh aparat hukum untuk menyelidiki temuan transaksi itu. Dia mengatakan KPK, Kejaksaan Agung hingga Polri akan secara maraton mengusut temuan transaksi mencurigakan tersebut.
"Kalau dalam satu bulan tidak ada perkembangan, akan dipindah ke aparat lain,” kata dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani angkat suara tentang temuan ini. Dia mengakui telah menerima 196 laporan dari PPATK. Namun, dia mengatakan tidak melihat angka transaksi sebanyak Rp 300 triliun dalam laporan tersebut.
“Sebagian sudah kami sampaikan follow up yang dilakukan Inspektorat Jenderal,” kata dia.
Dia mengatakan Irjen Kemenkeu telah melakukan eksaminasi terhadap laporan-laporan yang diterima. Bagi pegawai yang terbukti melakukan pelanggaran, maka dijatuhi hukuman disiplin. Sri mengatakan masih ada sekitar 70 surat lagi yang perlu diberikan keterangan tambahan. Bendahara negara itu berencana menanyakan langsung perihal angka transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun kepada PPATK.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan pembentukan satuan tugas khusus untuk melakukan audit investigasi atas temuan transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di Kementerian Keuangan.
“Perlu dibentuk semacam satgas. Bukan hanya koordinasi business as usual,” ujar Bhima.
Menurut Bhima, temuan transaksi itu tergolong kasus yang luar biasa. Sebab, diduga tidak hanya melibatkan Rafael Alun saja, melainkan banyak orang. Dia mengatakan satgas itu bisa terdiri dari PPATK, KPK, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Inspektorat Jenderal Kemenkeu. Tugas satgas, kata dia, adalah melakukan audit total keseluruhan laporan transaksi pegawai Kemenkeu.
“Yang terpenting hasilnya dibuka ke publik dan ada tindak lanjut ke ranah hukum apabila terbukti orang perorangan atau kelompok melakukan tindak pidana,” tutur Bhima.
ROSSENO AJI | MOH. KHORY | EKA YUDHA | KORAN TEMPO