TEMPO.CO, Jakarta - Gelombang dugaan serangan racun terhadap siswi di puluhan sekolah, memicu protes orang tua di ibu kota Iran,Tehran, dan kota-kota lain pada akhir pekan lalu. Kasus keracunan massal terjadi di tengah ketegangan sosial yang mendesak otoritas pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei, setelah aksi massa yang berlangsung berbulan-bulan sejak kematian seorang wanita muda Mahsa Amini.
Pertemuan orang tua di luar gedung Kementerian Pendidikan di Teheran barat pada Sabtu, 4 Maret 2023, untuk memprotes penyakit tersebut berubah menjadi demonstrasi anti-pemerintah. "Basij, Pengawal, kalian adalah Daesh kami," teriak pengunjuk rasa, menyamakan Pengawal Revolusi dan pasukan keamanan lainnya dengan kelompok Negara Islam, menurut sebuah video yang diverifikasi oleh Reuters.
Protes serupa, menurut video yang tersebar, diadakan di dua daerah lain di Teheran dan kota-kota lain termasuk Isfahan dan Rasht. Posting media sosial dalam beberapa hari terakhir telah menunjukkan foto dan video gadis-gadis yang jatuh sakit, merasa mual atau jantung berdebar-debar. Yang lain mengeluh sakit kepala.
Menteri Kesehatan Iran Bahram Einollahi seperti dikutip media pemerintah pada pekan lalu menyatakan, ratusan anak perempuan Iran di berbagai sekolah telah menderita serangan racun ringan selama beberapa bulan terakhir.
Serangan racun di lebih dari 30 sekolah yang berada di empat kota, dimulai pada November di kota suci Muslim Syiah Qom, Iran. Peristiwa itu, menurut media pemerintah Iran, mendorong beberapa orang tua mengeluarkan anak-anak mereka dari sekolah.
Al Jazeera, merujuk pada laporan kantor berita Tasnim dan Mehr pada Sabtu, 4 Maret 2023, melaporkan insiden terbaru di provinsi Hamedan barat, serta Zanjan dan Azerbaijan Barat di barat laut Iran, Fars di selatan dan provinsi Alborz di utara. Lusinan siswa dipindahkan ke rumah sakit setempat untuk perawatan, menurut laporan itu.
Pada Rabu lalu, media lokal menyebut setidaknya 10 sekolah perempuan menjadi sasaran serangan yang diduga peracunan, mencakup tujuh di kota barat laut Ardabil dan tiga di ibu kota Teheran.
Pekan lalu, Wakil Menteri kesehatan Iran, Younes Panahi, mengatakan serangan itu ditujukan untuk menghentikan pendidikan bagi anak perempuan. Sementara orang tua yang cemas atas peracunan itu, menurut Al Jazeera, menunggu kepastian dan langkah yang diambil otoritas.
Menteri dalam negeri Iran Abdolreza Rahmani Fazli mengatakan pada Sabtu, para penyelidik telah menemukan "sampel mencurigakan" yang sedang dipelajari. “Temuan itu untuk mengidentifikasi penyebab penyakit siswa tersebut, dan hasilnya akan dipublikasikan sesegera mungkin," katanya dalam sebuah pernyataan diturunkan oleh kantor berita resmi IRNA.