Berbagai Upaya PKPKM Perjuangkan Hak
Aep lantas menceritakan segala upaya dilakukan oleh PKPKM untuk memperjuangkan hak mereka. Sejak gagal serah terima, pihaknya sudah berupaya menyurati dan menyampaikan keluhan ke Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada 13 Juli 2022. "Tapi memang ada kesibukan atau ada masalah di BPKN atau seperti apa, sehingga belum ada tanggapan hingga saat ini," tutur Aep.
Tak hanya itu, secara perorangan mereka terus mendatangi pengembang Meikarta. Tetapi, kata Aep, tetap dihadapkan sama salesnya, manajemennya enggan turun. Adapun sales tersebut selalu mengucapkan kata-kata 'kami akan komitmen meneruskan pembangunan'.
"Karena jawaban pengembang seperti itu, kami membentuk komunitas dengan anggota kami saat ini 130 orang lebih. Tiap harinya banyak yang mau gabung sebetulnya dari konsumen-konsumen yang merasa senasib sepenanggungan dengan kami. Artinya, banyak yang belum diserahterimakan juga," beber Aep.
Tapi, setelah kami berupaya menanyakan status unit kami, tidak ada tanggapan, tetap saja 'kami akan berusaha menyelesaikan pembangunan dengan baik, dengan cepat'.
"Kemudian apalagi yang kami upayakan? Kami bingung bolak-balik terus ke Meikarta, tapi tidak ada penyelesaian yang signifikan atau jelas," ungkap Ketua PKPKM tersebut.
Akhirnya Aep dan anggotanya sepakat hendak mengadu ke wakil rakyat. Oleh sebab itu, pada 5 Desember 2022 PKPKM melakukan unjuk rasa dengan damai di depan Senayan.
"Karena otomatis alasan dari anggota kami ini bermacam-macam. Karena waktu itu harga unitnya murah, jadi ada juga yang tujuannya investasi. Tapi, ada juga yang mendapatkan hunian karena rumah sudah mahal. Nah, kemudian ada juga untuk diversifikasi bisnisnya karena sudah merasa capai, misalkan buka toko atau warung sehingga dia nanti tinggal tunggu hasil uang sewa apartemen tiap bulan. Jadi, semuanya itu kandas semua setelah gagal serah terima," cerita Aep.
Empat hari kemudian, pada 19 Desember 2022 mereka mendatangi Bank Nobu sebagai penjamin KPA. Mereka mempertanyakan statusnya karena sebagian besar anggota PKPKM selalu ditekan cicilan walaupun unitnya belum jelas.
Meski begitu, mereka tetap menanyakan progres pembangunan unit ke Meikarta. Pada saat ditanyakan kembali, ternyata ada jawaban baru. Meikarta menjawab sudah melakukan PKPU atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
"Wah, jadi bingung kita karena sebagian besar tidak mengetahui adanya PKPU, tidak dilibatkan dalam rapat, kemudian tidak menyetujui atau menandatangani, ataupun mewakilkan ke pihak lain untuk menyetujui atau menandatangani," tutur Aep.
Menurutnya berdasarkan putusan PKPU tersebut, konsumen Meikarta harus menunggu sekitar 85 bulan lagi sejak tahun 2020 untuk mendapatkan haknya. Aep dan anggotanya mengaku keberatan atas PKPU tersebut.
"Bukan keberatan atas inkrahnya atau homologasinya PKPU, tapi prosesnya yang perlu ditinjau kembali karena sebagian besar dari kami tidak pernah dilibatkan dalam prosesnya," ungkap Aep.
Untuk diketahui, inkracht adalah keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Sementara homologasi berarti pengesahan oleh hakim atas persetujuan antara debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.
"Kami merasa hak kami terabaikan. Namun, apa tindakan mereka? Apa tindakan Meikarta? Bukannya sadar, malah menggugat kami dengan tuntutan kerugian materiil dan imateriil dengan nominal yang fantastis Rp 56 miliar," tegas Aep.