Sementara itu, Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (IDPS) Yusuf Wibisono menilai permintaan kenaikan upah minimum sesuai keinginan buruh sulit direalisasikan. Mengingat kondisi perekonomian 2023 yang semakin menantang seiring resesi global. Namun menurutnya formula kenaikan upah berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 pun tidak ideal karena akan sangat tidak adil bagi buruh.
“Keputusan pemerintah yang menetapkan UMP 2023 maksimal 10 persen menurut saya jalan tengah yang cukup bijaksana,” ujar dia saat dihubungi pada Ahad, 20 November 2022.
Dengan keputusan ini, menurut Yusuf, kenaikan UMP 2023 minimal setidaknya dapat mengkompensasi inflasi 2023 yang diperkirakan di kisaran 6-8 persen. Dengan proyeksi inflasi tahun depan yang akan lebih tinggi, menurut dia UMP 2023 memang minimal harus naik di kisaran 7-8 persen.
“Ketika nanti resesi global berakhir, perekonomian sudah kembali pulih, UMP selain memperhitungkan inflasi juga harus memperhitungkan kenaikan produktivitas buruh yang ditunjukkan oleh proksi pertumbuhan ekonomi,” kata Yusuf.
Dia menjelaskan, UMP 2023 sudah selayaknya naik lebih tinggi dari kenaikan UMP tahun lalu. Karena UMP tahun 2022 yang berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, hanya naik rata-rata 1,09 persen.
Dibandingkan dengan inflasi tahun 2022 ini yang diperkirakan ada di kisaran 6-7 persen, kenaikan UMP 2022 yang hanya 1,09 persen jelas sangat tidak memadai, upah rill buruh tertekan luar biasa di tahun ini. “Kenaikan UMP 2022 yang hanya 1,09 persen ini juga tidak sebanding dengan produktivitas buruh, yang dapat kita dekati dengan pertumbuhan ekonomi 2022 yang diperkirakan akan diatas 5 persen,” ucap Yusuf.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira juga sependapat. Menurutnya, kenaikan upah minimum dapat menjadi jalan tengah antara pelaku usaha, pekerja, maupun pemerintah. Bhima menjelaskan kebijakan menaikan upah minimum itu penting demi mempertahankan daya beli pekerja bisa dipertahankan. Jika daya beli terjaga, ujungnya secara agregat, permintaan dari kelas menengah ke bawah ini bisa mendorong konsumsi rumah tangga.
"Bisa tumbuh 5 persen minimum tahun depan," kaya dia.
Bahkan kenaikan upah minimum dinilai dapat berdampak positif pada lapangan kerja. Ia merujuk pada kajian peraih nobel ekonomi, David Card mengungkapkan bahwa kenaikan upah itu berkolerasi terhadap peningkatan kesempatan kerja. Hal itu terjadi karena, jika terjadi kenaikan upah, sebenarnya omzet pelaku usaha akan naik.
Walhasil, pekerja yang mendapatkan kenaikan upah itu membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa. Sehingga nantinya kenaikan daya beli para pekerja itu, ujungnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi perusahaan dan menambah lapangan kerja baru.
Tidak hanya dari sisi daya beli, Bhima mengatakan kenaikan upah juga akan mendongkrak minat para investor. Ia menjelaskan sekarang ini banyak investor yang mempertimbangkan untuk memberikan perlindungan sosial yang lebih besar kepada pekerja. Selain itu, para penyuntik modal juga mencari negara dengan tingkat perlindungan tenaga kerja yang lebih baik.
"Salah satunya ada standar ESG, environment social government. Di poin sosialnya itu, jadi investor akan mencari negara dengan tingkat dampak sosial yang lebih besar," tuturnya. Alhasil, jika upah minimum pekerja Indonesia bisa dilindungi, Indonesia akan dianggap sebagai tempat investasi yang menarik.
Karena itu, ia berharap agar pemerintah bisa teguh berkomitmen menaikan upah minimum untuk memberikan perlindungan sosial yang efektif kepada buruh atau pekerja dan juga sebagai stimulus ekonomi. Jika Kemnaker berkomitmen pada dua hal itu, kata Bhima, seharusnya pemerintah bisa mempertahankan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ini.
Bhima juga menilai kebijakan ini tak akan berpengaruh negatif terhadap dunia usaha karena selama ini pengusaha pun banyak mendapatkan stimulus. "Buktinya belanja pajak kan lebih dari Rp 200 triliun keluar," kata dia. Menurut Bhima sebagian besar stimulus pun ditujukan untuk pengusaha, seperti tax holiday, tax allowance, ada berbagai paket kebijakan bahkan sebelum pandemi.
"Jadi harus ada keseimbangan, kebijakan juta harus memikirkan kepentingan para pekerja," tuturnya.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca: Pengusaha Kekeuh Minta PP 36 Jadi Acuan Upah Minimum, Serikat Buruh: Kami Tuntut Pidana
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini