TEMPO.CO, Jakarta - Tiga hari sejak pemilu Malaysia digelar pada Sabtu, 19 November 2022 lalu, perdana menteri baru belum berhasil dipilih. Raja Malaysia, Al Sultan Abdullah turun tangan dengan menentukan sendiri perdana menteri. Pada Selasa, 22 November 2022, Raja Malaysia memanggil Anwar Ibrahim dan Muhyiddin Yassin ke istana.
Baca: Pemilu Malaysia, Barisan Nasional Tolak Masuk Koalisi Muhyiddin Atau Anwar Ibrahim
Usai pertemuan tersebut, Anwar Ibrahim yang merupakan tokoh oposisi menyebut Raja Malaysia atau Yang di-Pertuan Agong Abdullah dari Pahang belum memutuskan siapa yang akan menjabat sebagai perdana menteri selanjutnya. Butuh lebih banyak waktu untuk membuat keputusan tersebut. "Untuk saat ini tidak ada pertanyaan tentang pembentukan pemerintahan minoritas," katanya seperti dilansir Astro Awani.
Dalam sebuah pernyataan, Istana Negara mengatakan tidak ada satu pun anggota parlemen yang memiliki mayoritas sederhana untuk diangkat menjadi perdana menteri. "Yang di-Pertuan Agong mengimbau masyarakat untuk tenang dan bersabar sampai pemerintahan baru terbentuk dan perdana menteri ke-10 negara dinominasikan," kata Staf Istana bidang Pengawas Rumah Tangga Kerajaan, Ahmad Fadil Shamsuddin, dalam keterangannya.
Tak Ada Partai yang Mendapat Suara Mayoritas
Sulitnya memilih perdana menteri, karena pertama kali dalam sejarah Malaysia, pemilu menghasilkan parlemen menggantung tanpa satu partai pun yang mendapat suara mayoritas di parlemen. Koalisi Pakatan Harapan (PH) yang dipimpin oleh Anwar Ibrahim memenangkan 82 kursi. Masih dibutuhkan dukungan dari 30 anggota parlemen lagi untuk mengamankan 112 kursi.
Saingannya, koalisi Perikatan Nasional (PN) yang dipimpin oleh mantan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin memenangkan 73 kursi. Sementara koalisi Barisan Nasional (BN), yang didominasi oleh UMNO, di urutan ketiga dengan 30 kursi.
Muhyiddin menolak untuk berkoalisi dengan Anwar Ibrahim. Sebagai gantinya, mereka melakukan lobi politik ke sejumlah partai lainnya. Pada Minggu pagi Anwar Ibrahim mengklaim telah mendapat dukungan yang cukup untuk membentuk pemerintahan, namun dia tidak memberikan rincian lebih lanjut. Begitu pula Muhyiddin Yassin yang mengungkapkan klaim serupa.
Anwar Ibrahim sempat bertemu Presiden UMNO Ahmad Zahid Hamidi untuk menjajaki koalisi dengan Barisan Nasional pada Senin. Namun keesokan harinya, Ismail Sabri mengumumkan di Twitter bahwa Barisan Nasional tidak akan bergabung dengan koalisi apa pun dan tetap menjadi oposisi.
Politik Tak Stabil, Investasi Kabur
Ketidakstabilan politik yang membayangi Malaysia, berpengaruh besar terhadap investasi di negara itu. Layanan Riset Risiko Negara dan Industri Fitch Solutions memperingatkan investasi akan sulit bila politik tak stabil.
"Kami kemungkinan akan menaikkan skor indeks risiko politik jangka pendek Malaysia dalam beberapa hari mendatang setelah pemerintahan baru terbentuk, dan ketika ada kejelasan yang lebih besar terkait dengan arah kebijakan," demikian pernyataan lembaga pemeringkat utang asal Amerika Serikat Fitch Solutions, seperti dikutip dari Free Malaysia Today, Selasa, 22 November 2022.
Fitch Solutions menyebut jika pemerintahan baru Malaysia yang stabil tidak kunjung terbentuk dalam beberapa minggu mendatang, maka hal itu dapat menyebabkan ketidakpastian yang lebih besar. Keadaan itu, juga akan membebani perkiraan pertumbuhan ekonomi Malaysia yang diproyeksi sebesar 5,8 persen pada 2022 dan 4,0 persen pada 2023 karena investor menunggu dan melihat pendekatannya.
Malaysia di Ambang Perpecahan Suku dan Agama
Tak hanya seretnya investasi, Malaysia juga di ambang perpecahan. Polisi Malaysia telah memperingatkan pengguna media sosial untuk menahan diri dalam mengunggah konten provokatif tentang ras dan agama setelah pemilu Malaysia yang memecah belah pada hari Sabtu lalu.
Menurut proyek pemantauan ujaran kebencian daring yang dijalankan oleh Centre for Independent Journalism yang berbasis di Malaysia, peringatan polisi muncul ketika narasi berbasis ras mendominasi obrolan politik di media sosial selama dan setelah pemilihan.
Hal itu juga terjadi karena kemenangan elektoral oleh sebuah partai Islam yang menggembar-gemborkan syariat Islam menimbulkan kekhawatiran di kalangan investor atas potensi dampaknya terhadap kebijakan.
Ras dan agama adalah masalah pelik di Malaysia yang multikultural, yang memiliki mayoritas muslim etnis Melayu bersama etnis China dan minoritas etnis India yang signifikan yang beragama lain.
Polisi mengatakan telah mendeteksi konten media sosial yang menyinggung sentimen ras dan agama serta menghina kerajaan setelah pemilu. "Tindakan tegas akan diambil terhadap pengguna yang berupaya menghasut situasi yang dapat mengancam keselamatan dan ketertiban publik," kata Inspektur Jenderal Acryl Sani Abdullah Sani dalam sebuah pernyataan Senin malam, 21 November 2022.
Pengguna media sosial Malaysia pada Senin melaporkan banyak unggahan di platform video pendek TikTok, dengan konten pemilu yang disebut sebagai kerusuhan ras yang mematikan di Kuala Lumpur pada 13 Mei 1969.
Saat itu, sekitar 200 orang tewas dalam bentrokan yang terjadi setelah partai-partai oposisi yang didukung komunitas etnis China terlibat dalam aksi kerusuhan tiga hari setelah pemilu Malaysia.
Simak: Anwar Ibrahim Minta Suku Melayu, India, China Tak Terpecah Usai Pemilu Malaysia
REUTERS | THE STAR | FREE MALAYSIA TODAY