Selain Solo, Bali juga menjadi tempat uji coba. Bahkan, program ini bakal menjadi ajang pamer atau showcase dalam KTT G20 Bali pada November mendatang guna mengurangi emisi karbon. Sebanyak 1.000 pelanggan PLN yang terdiri dari 950 masyarakat penerima manfaat dan 50 kelompok UMKM menjadi target uji coba ini.
Adapun program konversi kompor ini dilakukan PLN sebagai salah satu upaya mengurangi beban negara atas impor LPG yang tiap tahun naik. “Melalui konversi kompor ini langsung bisa menyelesaikan tiga persoalan sekaligus. Mengurangi ketergantungan impor LPG dengan energi berbasis domestik, yaitu listrik dan juga mengurangi beban APBN yang selama ini untuk mensubsidi LPG ini,” ujar Darmawan.
Di tengah berlangsungnya program uji coba itu, kalangan masyarakat dari berbagai latar belakang menolak dipaksa mengubah kompornya dari kompor gas ke kompor listrik. Paguyuban Pedagang Warung Tegal dan Kaki Lima se-Jakarta dan Sekitarnya (Pandawakarta) misalnya yang mengatakan kompor induksi itu lebih merepotkan dan lebih boros.
Perwakilan paguyuban, Hendri Prayogi mengatakan, program migrasi ke kompor listrik akan membawa bencana ekonomi bagi masyarakat kelas bawah. Sebab, dari hitungannya, daya listrik pengguna bakal naik dari saat ini 450 VA. “Ini secara otomatis daya listrik jauh lebih boros dan mahal biaya tagihannya,” ujar Yogi.
Kritik serupa juga disampaikan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek). Presiden Dewan Pengurus Pusat Aspek Mirah Sumira mengatakan program konversi tersebut sama saja memaksakan masyarakat untuk menaikkan daya listrik rumahannya menjadi 900 VA. Sebab, listrik dengan daya 450 VA tak akan mendukung penggunaan kompor itu.
Selain itu, Mirah melanjutkan, masih banyak juga daerah yang listriknya belum stabil. "Pasti tidak akan kuat jika harus dipaksakan dengan tambahan penggunaan kompor listrik. Apalagi masih banyak daerah di Indonesia yang kondisi listriknya masih memprihatinkan karena sering mati listrik," ucapnya.
Permasalahan ini pun juga menjadi bagian dari yang disoroti Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi. Sebab, penggunaan kompor listrik yang hanya memungkinkan bagi pelanggan dengan daya listrik di atas 1.300 VA. Masalah pemadaman listrik di berbagai daerah juga akan menjadi hambatan bagi penggunaan kompor listrik.
Oleh karena itu, ia menilai penundaan program peralihan ke kompor listrik ini adalah hal yang realistis dilakukan. Yang pasti, kata Fahmy, dibutuhkan langkah komprehensif untuk mengatasi banyak masalah teknis di lapangan agar di masa mendatang kompor listrik tak lagi padam sebelum sempat menyala.
ARRIJAL RACHMAN | RIRI RAHAYU | RIANI SANUSI
Baca: Gibran Sebut Bansos Rp 600 Ribu untuk Sopir Ojol, Sopir Bendi dkk Cair Minggu Pertama Oktober
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.