Setelah ditangkap dan ditahan, Amini tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung.
Amini dirawat dalam keadaan koma selama tiga hari dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu. Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini.
Fakta bahwa kematian Amini juga dapat terjadi pada setiap perempuan Iran, membuat ini menjadi masalah politik untuk semua orang Iran. Gambar para perempuan lansia yang meneriakkan slogan atau membela pengunjuk rasa dari serangan aparat telah dibagikan berkali-kali di media sosial dalam beberapa hari terakhir.
Termasuk video seorang perempuan tua di kota Rasht melepas jilbabnya dan meneriakkan: “Matilah Khamenei,” merujuk pada Pemimpin Tertinggi Spiritual Iran Ayatullah Ali Khamenei.
Selain kemarahan atas kematian Amini dan tuntutan penghapusan wajib hijab, pengunjuk rasa juga meneriaki Ali Khamenei, “pemimpin tertinggi” Iran, serta terhadap penindasan dan pelanggaran hak asasi manusia, dan pendirian politik negara itu. "Matilah Republik Islam" dan "Matilah diktator" terdengar di sebagian besar pertemuan.
Pemerintah Iran membalas amarah warga dengan kekerasan. Pasukan keamanan telah menggunakan meriam air dan menembakkan peluru langsung ke kerumunan pengunjuk rasa, menurut kelompok hak asasi manusia dan video yang dibagikan secara online.
Sementara para pengunjuk rasa membalas dengan melemparkan batu dan membakar mobil polisi dan gedung-gedung publik.
Media pemerintah mengutip pejabat yang mengatakan bahwa jumlah tahanan di atas 1.200 orang, termasuk sekitar 450 orang di Provinsi Mazandaran utara.
Presiden Iran Ebrahim Raisi pekan lalu mengatakan bahwa negara itu harus "menangani dengan tegas mereka yang menentang keamanan dan ketenangan negara," dan kepala peradilannya yang kuat telah berjanji untuk bertindak "tanpa keringanan hukuman" dalam tindakan keras itu.
Pada 26 September, Kementerian Luar Negeri Iran menolak kritik Uni Eropa. "Ini adalah intervensi dalam urusan internal Iran dan dukungan untuk para perusuh," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Naser Kanaani.