TEMPO.CO, Jakarta - Pemakaman Ratu Elizabeth II telah selesai digelar kemarin, Senin, 19 September 2022. Prosesi pemakaman ratu Inggris yang berkuasa selama 70 tahun lebih itu dilakukan secara besar-besaran dengan dihadiri oleh para kepala negara dan bangsawan. Meski belum ada keterangan resmi dari pemerintahan Inggris, biaya prosesi diperkirakan memakan dana hingga US$ 10 juta.
Kematian Ratu Elizabeth memicu perdebatan baru di banyak negara Persemakmuran. Kebanyakan anggota negara Persemakmuran adalah bekas koloni Inggris. Hubungan masa depan dengan negara Persemakmuran kini tak tentu usai mangkatnya Ratu Elizabeth II.
Usai Ratu Elizabeth wafat, Raja Charles naik takhta. Raja baru ini telah diproklamirkan di Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Jamaika, termasuk pula 14 negara lain di mana Raja Charles III adalah kepala negara yang baru. Deklarasi Raja Charles diadakan di beberapa ibu kota, dari Nassau di Bahama hingga Suva di Fiji.
Terdiri dari 56 negara, Persemakmuran merupakan asosiasi yang sebagian besar merupakan bekas koloni Inggris. Pada 2018, organisasi tersebut setuju menunjuk Charles sebagai kepalanya setelah kematian Ratu Elizabeth II, yang memicu kemarahan di antara beberapa anggota, terutama di Karibia.
“Kematian Ratu Elizabeth benar-benar akan menandai titik balik,” kata Sonjah Stanley Niaah dari Universitas Hindia Barat di Jamaika, seperti dilansir dari VOA, Selasa, 20 September 2022.
“Banyak negara mempertimbangkan peran mereka di Persemakmuran. Saya pikir sekarang setelah Ratu Elizabeth meninggal, pasti akan ada lebih banyak langkah untuk memisahkan diri dari persemakmuran,” kata Niaah.
Banyak Negara Ingin Memisahkan Diri
Salah satu negara yang segera ingin memisahkan diri dari Persemakmuran adalah Bahama. Perdana Menteri Phillip Davis mengumumkan akan mengadakan referendum untuk menyingkirkan putra dan penerus Elizabeth, Raja Charles III sebagai kepala negara resmi di Bahama. Ia juga ingin mengubah negaranya yang telah merdeka sejak 1973, menjadi republik.
"Satu-satunya tantangan dengan kami pindah ke republik adalah bahwa saya tidak bisa melakukannya tanpa persetujuan Anda," kata Davis kepada wartawan. “Saya harus mengadakan referendum dan orang-orang Bahama harus mengatakan kepada saya, 'Ya.'”
Ratu Elizabeth, yang meninggal minggu lalu di usia 96, mengabdikan sebagian besar masa pemerintahannya untuk melestarikan dan memperkuat hubungan negara Persemakmuran. Sebagai raja, dia adalah kepala simbolis asosiasi. Dia juga ratu dari 14 negara itu, termasuk Bahama.
“Apa pun yang Anda pikirkan tentang Persemakmuran, peninggalan era kolonial atau institusi modernisasi, saya berpikir komitmen ratu terhadap organisasi benar-benar tidak dapat diragukan,” ujar Christopher Prior, seorang profesor sejarah kolonial dan pasca-kolonial di University of Southampton di Inggris, dilansir dari NBC News.
Bekas Koloni Inggris Menuntut
Namun dalam beberapa tahun terakhir, bekas koloni Inggris, terutama negara-negara di mana penduduk kulit hitam, telah menuntut pertanggungjawaban dari keluarga kerajaan atas perbudakan di masa lalu. Perbudakan telah membuat keluarga Kerajaan Inggris menjadi sangat kaya.
Pada Maret lalu, pewaris takhta Pangeran William, istrinya, Kate, Pangeran Edward dan Countess of Wessex disambut oleh demonstrasi saat mengunjungi Jamaika, Belize serta Bahama. Massa menuntutt repatriasi untuk perbudakan.
Di Australia, pemerintahan Perdana Menteri Anthony Albanese membuka peluang untuk mengadakan referendum menjadi republik. Namun Albanese mengatakan hal itu tidak bisa dibicarakan sekarang. “Tidak tepat sekarang membicarakan perubahan konstitusi. Yang tepat saat ini adalah memperingati kehidupan pelayanan Ratu Elizabeth II,” kata Albanese kepada wartawan pekan ini.
Guy Hewitt, mantan komisaris tinggi Inggris membantah bahwa Persemakmuran terancam bubar. Tahun ini Togo dan Gabon, keduanya bekas koloni Prancis di Afrika, bergabung dengan Persemakmuran, bukti bahwa organisasi tersebut tidak ditinggalkan.
“Apa yang kita lihat di era pasca-kemerdekaan, bukannya persemakmuran semakin kecil, justru semakin besar. Charles, sebagai kepala baru persemakmuran, bekerja sama dengan ibunya sebagai Pangeran Wales, bepergian secara ekstensif di sekitar persemakmuran dengan caranya sendiri, memperjuangkan tujuan seperti pembangunan berkelanjutan dan perlindungan lingkungan,” kata Hewitt.
"Ini sudah mulai terasa agak kuno, dan mungkin Raja Charles dapat menyuntikkan, seperti yang dilakukan ibunya, beberapa dinamisme beberapa arah baru dan rasa tujuan baru untuk negara-negara Persemakmuran," ujar Hewitt.
Baca: 10 Pewaris Takhta Inggris Setelah Ratu Elizabeth Wafat, dari Pangeran William hingga Lilibet
NBC NEWS | VOA | REUTERS