Nama Agung tertera dalam sebuah dokumen laporan atas nama Dark Tracer berjudul ‘Who’s Behind the Indonesian Data Breach?.’ Dokumen laporan tertanggal 8 September 2022 itu memuat hasil penelusuran tentang aktor yang diduga berada di balik akun Bjorka. Dari 124 terduga pelaku yang mengunggah kebocoran data di Indonesia, jumlah itu mengerucut ke 14 orang. Mereka diduga terafiliasi dengan Bjorka.
Salah satu nama yang disebut adalah Muhammad Agung Hidayatullah. Dia tercatat memiliki empat panggilan nama. Nama panggilan itu adalah Bjorkanism, Akihiro san, Ahihiro dan Gumelarzt. Alamat Agung juga disebutkan dalam dokumen tersebut.
Berangkat dari dokumen tersebut, kepolisian menjemput Agung di rumahnya di Desa Banjarsari Kulon, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun pada Rabu, 14 September 2022. Menurut dokumen yang didapatkan Tempo, Agung ditangkap atas dasar laporan polisi model A atau yang dibuat oleh anggota kepolisian tertanggal 13 September. Penangkapan itu juga didasarkan atas Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/235/IX/2022/Dittipidsiber tanggal 13 September 2022.
Dalam dokumen itu tertulis bahwa Agung ditangkap karena diduga melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer milik orang lain. Agung dijerat dengan pasal berlapis yakni Pasal 46 juncto Pasal 30, Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 51 juncto Pasal 35 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan dokumen lainnya, Agung kemudian dilepaskan dengan alasan tidak cukup bukti.
Kepolisian membebaskan Agung pada Jumat, 16 September 2022. Agun dikenakan wajib lapor. Kendati dibebaskan, kepolisian menetapkan Agung menjadi tersangka UU ITE karena diduga membantu Bjorka. Kepolisian belum mengumumkan pasal yang disangkakan terhadap Agung.
Penetapan Agung sebagai tersangka dinilai janggal
Pakar hukum Gandjar Laksmana Bonaprapta menilai langkah kepolisian menetapkan Agung menjadi tersangka terburu-buru. Dia mempertanyakan alasan kepolisian tidak menyebutkan pasal yang disangkakakn kepada Agung.
“Masa cuma bilang dijerat dengan UU ITE? Kalau berani menetapkan tersangka berarti sudah jelas tindak pidananya,” kata dia.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini mengatakan polisi seharusnya lebih dulu menangkap pelaku utama, sebelum menangkap orang yang disangka membantu tindak kejahatan. Dia mengkhawatirkan apabila kasus ini berlanjut. Menurut dia, bila pembantu kejahatan diadili, tetapi pelaku utamanya tidak pernah diadili sama saja Agung dituduh membantu kejahatan yang tidak pernah dibuktikan di pengadilan.
“Begitukah sebuah penegakan hukum?” tanya Gandjar.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum Surabaya Abdul Wachid Habibullah menilai polisi telah melanggar prosedur dalam penangkapan Agung. Menurut dia, kepolisian harusnya memiliki cukup bukti terlebih dahulu ketika menangkap Agung.
“Mereka salah tangkap,” kata Wachid.
Dia menduga tidak cukup bukti itulah yang menjadi alasan Agung kemudian dibebaskan. Dia menyayangkan kepolisian yang kemudian menetapkan Agung menjadi tersangka karena diduga membantu Bjorka.
“Penetapan tersangka itu prematur,” ujar dia.
Selanjutnya, polemik RUU PDP yang harus segera disahkan