TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Agung Hidayatullah masih ingat saat pertama kali mengenal nama Bjorka. Awalnya, dia menjadi pengikut grup tertutup peretas yang menghebohkan Indonesia sejak beberapa bulan terakhir tersebut untuk kepentingan jual-beli kanal Telegram. Akun Telegram yang dikelola Agung bernama Bjorkanism.
“Saya membuat channel yang menyerupai Bjorka,” tutur dia ditemui di rumahnya, Sabtu, 17 September 2022.
Tiga kali Agung mengunggah tulisan di kanal Telegram tersebut, yaitu pada 8, 9, dan 10 September 2020. Dalam unggahan pertamanya, Agung menulis kalimat ‘Stop Being Idiot’. Kedua, pria yang berprofesi sebagai pedagang es itu menulis ‘The next leaks will come from President of Indonesia’. Lalu unggahan ketiga pada 10 September adalah ‘to support people who are struggiling by holding demonstration in Indonesia regarding the price fuel oil. I will publish MyPertamina database soon’.
“Setelah itu, di grup ditanya yang pegang channel. Terus, saya kirim DM (direct message) dan ditawari bayaran 100 Dollar (agar channel dibeli Bjorka). Sudah cair berupa bitcoin,” kata Agung.
Agung tak menyangka bahwa unggahannya di kanal Telegram itu akan membuatnya berurusan dengan polisi. Kepolisian menetapkan pria 21 tahun itu menjadi tersangka karena diduga membantu Bjorka. Dia disangka menyediakan kanal Telegram bernama Bjorkanism.
“Motif tersangka MAH untuk membantu Bjorka agar menjadi terkenal dan mendapat uang,” kata juru bicara Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ade Ade Yaya Suryana di kantornya, Jumat 16 September 2022.
Agung ditangkap tak lama setelah pemerintah membentuk tim khusus yang menangani kasus Bjorka. Bjorka merupakan akun anonim yang mengklaim sudah meretas data pribadi di berbagai lembaga pemerintahan. Tim khusus itu terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan; Kementerian Komunikasi dan Informatika; Badan Intelijen Negara; Badan Siber dan Sandi Negara; serta Polri.
Selanjutnya, awal mula kecurigaan terhadap Agung