TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat dunia pada 9 September 2022, dikejutkan oleh kabar meninggalnya Ratu Elizabeth II dalam usia 96 tahun. Pemimpin tahta Kerajaan Inggris itu, menjadi Ratu paling dikenal oleh masyarakat Inggris karena tercatat sebagai pemimpin Kerajaan Inggris terlama dalam sejarah, yakni 70 tahun.
Pada Minggu, 11 September 2022, ada puluhan ribu orang berbaris di jalan mengiringi perjalanan peti mati Ratu menuju kota Edinburgh, Skotlandia. Pemakaman kenegaraan Ratu Elizabeth II rencananya akan dilakukan di London pada 19 September 2022.
Ratu Elizabeth II telah meninggalkan warisan besar tugas dan tanggung jawab menjaga kedaulatan Inggris yang sekarang diserahkan pada pemimpin tahta Kerajaan Inggris yang baru, Raja Charles III.
“Saya mengambil semua tanggung jawab ini,” kata Raja Charles III.
Bagi Charles, yang merupakan putra sulung Ratu Elizabeth II, ibunya adalah sosok yang menginspirasi. Dia pun bertekad untuk menegakkan pemerintahan yang konstitusional, mewujudkan perdamaian, harmoni dan kemakmuran pada masyarakat di penjuru Inggris dan negara-negara persemakmuran serta territorial di seluruh dunia.
Selain keluarga, Ratu Elizabeth II juga meninggalkan kesan mendalam pada Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins. Dia menggambarkan wafatnya Ratu Elizabeth II sebagai momen kesedihan dan kehilangan yang mendalam bagi masyarakat Inggris dan warga dunia.
Jenkins menilai, Ratu Elizabeht II adalah pemimpin yang luar biasa dan menginspirasi kehidupan bernegara masyarakat Inggris selama lebih dari tujuh dekade.
“Ratu memberikan layanan tanpa henti bagi Inggris, Kerajaan, dan Persemakmuran," kata Jenkins dalam keterangan pers, Jumat, 9 September 2022.
Jenkins mengatakan dedikasi Ratu dalam melayani masyarakat Inggris dan urusan luar negerinya, termasuk dengan Indonesia, membuatnya menjadi diplomat paling hebat. Secara pribadi, ia mengaku terhormat bisa menyaksikan langsung sosok Ratu Elizabeth II dan kehebatannya.
Ben Mitchell, seorang anggota dewan Australia juga belum melupakan pengalaman bertemu Ratu Elizabeth II saat dia melakukan kunjungan kenegaraan ke Australia pada 2011. Mitchell mengungkapkan Ratu Elizabeth II adalah sosok pemimpin yang hangat, menyenangkan, dan menunjukkan minat yang tulus dalam hidupnya.
"Beliau mengobrol dengan kami, dan saya yakin beliau melakukan percakapan seperti itu ribuan kali sehari. Tetapi ketika Anda berbicara langsung dengannya, itu terasa tulus," ungkap Mitchell, ketika mengingat kembali pertemuannya bersama Sang Ratu di Perth, Australia.
Kontoversi Ratu Elizabeth II
Namanya juga hidup, tak selalu mulus. Begitu juga kehidupan Ratu Elizabeth II yang juga pernah diselimuti kontroversi dan kritikan.
Pada Mei 2012, Ratu Inggris Elizabeth II, menggelar jamuan makan siang kenegaraan di Istana Windsor untuk memperingati ulang tahun kekuasaannya yang ke-60. Namun jamuan yang dihadiri sederet pemimpin negara sahabat tersebut menuai kontroversi di dalam negeri. Pasalnya, ada tamu yang dianggap melanggar HAM, namun di undang dalam acara itu.
“Ratu mempermalukan monarki dan merusak perayaan ulang tahun Intan dengan mengundang tiran berlumur darah dalam jamuan kehormatan,” kata Peter Tatchell, penggiat HAM di Inggris. Undangan kepada para tiran, menurut Tatchell, sangat mengejutkan. “Ratu kehilangan kontak dengan nilai kemanusiaan sebagian besar rakyat Inggris.”
Raja Bahrain Hamad al-Khalifa dan Raja Swaziland Mswati III menduduki perangkat teratas tamu yang paling kontroversial. Bahrain ketika itu menjadi sorotan karena pelanggaran HAM terhadap para aktivis Syiah. Adapun Raja Mswati III, yang menempati peringkat ke-15 raja terkaya di dunia, membiarkan 1,2 juta warganya kelaparan.