Namun, kondisi ini tak hanya dirasakan ekonomi terkuat Eropa seperti Jerman.
Inggris, satu dari empat negara dengan ekonomi terkaya di benua Biru, juga menghadapi masalah. Angka yang dirilis pada 17 Agustus 2022 menunjukkan inflasi Inggris menembus 10,1 persen pada Juli 2022, atau tertinggi sejak Februari 1982.
Beberapa ekonom memperkirakan inflasi bisa mencapai 15 persen dalam tiga bulan pertama tahun depan menyusul melonjaknya biaya energi dan makanan.
Upah riil di Inggris turun 3 persen pada kuartal kedua 2022, menurut data ONS yang diterbitkan Selasa pekan lalu, penurunan paling tajam dalam catatan. Meskipun gaji rata-rata tidak termasuk bonus meningkat sebesar 4,7 persen, biaya hidup di Inggris jauh melampaui pertumbuhan upah dan menekan pendapatan rumah tangga.
Kondisi ini berdampak terhadap warga menengah ke bawah dan kelompok rentan. English Collective of Prostitutes, LSM yang berlokasi di London pada Sabtu lalu memperingatkan kalau kenaikan biaya hidup di Inggris bisa mendorong perempuan terjun ke industri seks. Beberapa perempuan bahkan terpaksa mencari laki-laki hidung belang di pinggir jalan.
Kepada Sky News, lembaga itu mengatakan telah melihat permohonan saluran bantuan di English Collective of Prostitutes mengalami kenaikan pada musim panas ini.
Juru bicara LSM itu, Niki Adams, mengatakan kenaikan harga makanan dan energi telah membuat perempuan terdorong ke lembah hitam prostitusi.
Adams menceritakan ada seorang perempuan yang datang padanya dalam kondisi kehilangan uang ratusan poundsterling saat program bantuan langsung tunai Inggris pindah ke sistem Universal Credit. Ini adalah program sosial dari Pemerintah Inggris, yang diakui London bisa membuat 900 ribu penerimanya terpuruk saat program ini benar-benar selesai.
“Dia (perempuan yang datang menemui Adams) mulai melakukan prostitusi pada sore di jalan-jalan, demi bisa membayar tagihan-tagihan,” kata Adams, yang menyebut perempuan itu hidup dengan empat anak di rumah.
Ancaman resesi akibat konflik Rusia-Ukraina dan masih berlanjutnya pandemi COVID-19, tak hanya menempatkan Eropa di ambang resesi.