Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpandangan bahwa kenaikan harga pertalite di satu sisi akan meringankan beban APBN, tapi di sisi yang lain pemerintah wajib meningkatkan dana belanja sosial sebagai kompensasi kepada orang miskin dan rentan miskin atas naiknya harga BBM subsidi.
"Jadi ini ibarat hemat di kantong kanan, tapi keluar dana lebih besar di kantong kiri," kata Bhima saat dihubungi hari ini.
Menurutnya, jika BBM subsidi naik, dampaknya akan dirasakan langsung ke daya beli masyarakat yang menurun, meningkatkan jumlah orang miskin baru. Karena konteksnya masyarakat saat ini sudah menghadapi kenaikan harga pangan, dengan inflasi mendekati 5 persen.
Di sisi yang lain, masyarakat masih belum pulih dari pandemi, terbukti ada 11 juta lebih pekerja yang kehilangan pekerjaan, jam kerja dan gaji dipotong, hingga dirumahkan.
Menurutnya, kalau ditambah kenaikan harga bbm subsidi dikhawatirkan tekanan ekonomi untuk 40 persen kelompok rumah tangga terbawah akan semakin berat. "Belum lagi ada 64 juta UMKM yang bergantung dari bbm subsidi," ujarnya
Pemerintah, kata dia, juga harus memikirkan efek ke UMKM, karena subsidi ini bukan hanya kendaraan pribadi, tapi juga dipakai untuk kendaraan operasional usaha kecil dan mikro. Di memperkirakan jika kenaikan harga pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10 ribu per liter, diperkirakan inflasi tahun ini tembus 6-6,5 persen year on year.
Bhima memiliki beberapa saran dibanding menaikkan harga BBM jenis subsidi. Pertama, perketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar. Selama ini tingkat kebocoran solar masih terjadi, dan lebih mudah mengawasi distribusi solar dibandingkan pengawasan BBM untuk kendaraan pribadi karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi. Penghematan dari pengawasan distribusi solar subsidi cukup membantu penghematan anggaran.
Kedua, dorong pembangunan jargas untuk menggantikan ketergantungan terhadap impor LPG 3 kg. Jaringan gas juga bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu. Ketiga, tunda proyek infrastruktur dan alokasikan dana untuk menambah alokasi subsidi energi.
Keempat, alihkan sebagian dana PEN untuk subsidi energi. Kelima, penghematan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah masih bisa dilakukan."Pemerintah juga dibekali dengan UU darurat keuangan di mana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR. Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik," kata dia.
Baca Juga: Soal Kenaikan Harga BBM, Airlangga Sebut Pemerintah Masih Mengkaji
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.