TEMPO.CO, Jakarta -Sinyal akan menaikkan harga bahan bakar minyak atau BBM termasuk Pertalite, telah dilontarkan Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, pekan lalu. Rencana itu seiring terus bertambahnya anggaran subsidi yang diperkirakan menembus Rp 600 triliun.
"Jadi tolong teman-teman wartawan sampaikan kepada rakyat bahwa rasa-rasanya sih untuk menahan terus dengan harga BBM seperti sekarang, feeling saya sih harus kita siap-siap, kalau katakanlah kenaikan BBM itu terjadi," kata Bahlil dalam konferensi pers Jumat, 12 Agustus 2022.
Adapun pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi pada tahun 2023 sebesar Rp 210,7 triliun atau turun dibandingkan yang ditetapkan pada tahun 2022 sebesar Rp 208,9 triliun. Hal tersebut tercantum dalam Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2023.
Alokasi anggaran kompensasi energi pada tahun 2023 ditetapkan sebesar Rp 126 triliun. Artinya total subsidi dan kompensasi energi pada tahun depan sebesar Rp 336,7 triliun, lebih rendah ketimbang tahun 2022 sebesar Rp 502,4 triliun.
Dikutip dari Nota Keuangan beserta RAPBN Tahun Anggaran 2023, dari total anggaran subsidi energi itu, anggaran subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kg direncanakan pada tahun depan sebesar Rp 138,33 triliun atau lebih rendah 7,4 persen apabila dibandingkan dengan outlook tahun 2022 sebesar Rp 149,36 triliun.
Anggaran subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 kg dalam tahun anggaran 2023 diarahkan untuk transformasi subsidi LPG tabung 3 Kg agar lebih tepat sasaran dan berbasis target penerima serta terintegrasi dengan program perlindungan sosial
Selain itu, juga ditujukan untuk melanjutkan pemberian subsidi selisih harga untuk minyak tanah dan subsidi tetap untuk BBM solar disertai dengan pengendalian volume dan pengawasan atas golongan atau sektor-sektor yang berhak memanfaatkan.
Peneliti dari for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpendapat bahwa pilihan pemerintah cukup sulit dalam kebijakan BBM Bersubsidi. Hal itu mengingat saat ini sedang tinggi inflasi, di mana jika menaikkan harga BBM, akan membuat inflasi Indonesia semakin tidak terkendali. Saat ini inflasi Indonesia sudah mencapai 4,94 persen.
"Jika ada kenaikan BBM akan membuat inflasi akan semakin tinggi. Bisa mencapai lebih dari 7 persen jika Pertalite dinaikkan," kata Nailul saat dihubungi pada Rabu, 17 Agustus 2022.
Menurutnya, jika BBM bersubsidi naik, semua harga barang akan naik dan transportasi bisa naik semakin tinggi. Tapi jika BBM bersubsidi tidak dinaikkan, beban APBN semakin berat.
"Maka memang langkah paling pas adalah menaikkan harga BBM non pertalite. Jadi pertalite masih tetap harganya," ujarnya
Namun demikian, kata dia, pasti akan terjadi pergeseran konsumsi dari Pertamax ke Pertalite. Karena itu perlu diantisipasi dari sisi penerima manfaat subsidi dan stok. Dia menilai jika harga pertalite dinaikkan, akan menjadi beban bagi masyarakat dan konsumsi rumah tangga bisa terkontraksi.
"Berbahaya bagi pertumbuhan ekonomi kita yang tengah membaik, kata dia.
Dia berpendapat pemerintah bisa merealokasi anggaran tidak produktif dan anggaran pertahanan Indonesia yang terlalu besar. Anggaran untuk infrastruktur, kata dia, juga bisa dialihkan ke belanja subsidi maupun bantuan sosial.
"Anggaran untuk Food Estate, IKN, ataupun KCJB bisa dialihkan ke subsidi. Tapi masalahnya apakah pemerintah mau untuk realokasi anggaran tersebut? Tentu tantangan realokasi anggaran ini sangat berat," ujar Nailul
Selain itu, ada cara lainnya dengan menaikkan suku bunga acuan Bank Indonesia untuk meredam kenaikan inflasi. Namun, kata dia, BI nampaknya masih berusaha untuk menahan suku bunga acuan, meskipun nilai tukar rupiah melemah dan menambah jebol anggaran subsidi minyak.