Asumsi harga minyak di US$ 90 per barel, menurut Josua, turut mendorong kian tingginya belanja subsidi dan kompensasi energi dan juga peningkatan belanja pembayaran bunga utang pemerintah. Ditambah lagi anggaran yang dialokasikan untuk Ibu Kota Negara Nusantara atau IKN dan pemilu.
Dengan penetapan defisit APBN 2023 maksimal 3 persen terhadap PDB, Josua menilai pemerintah perlu mendorong produktivitas belanja dan menetapkan skala prioritas dalam alokasi belanja yang memiliki efek berganda. “Bukan hanya dalam jangka pendek namun juga dalam jangka menengah-panjang,” tuturnya.
Baik Bhima dan Josua sama-sama mengkritisi langkah pemerintah berikutnya dalam menggelontorkan program bantuan sosial untuk meredam efek kejut inflasi khususnya terhadap masyarakat rentan.
“Yang belum disebut itu seberapa besar perlindungan sosial nantinya. Apakah cukup seperti tahun ini atau bisa dinaikkan lagi? Apalagi di tahun politik biasanya model belanja lebih populis,” ucap Bhima.
Sedangkan Josua menilai beberapa asumsi makro dan postur penerimaan dan belanja pada tahun 2023 konservatif, tapi ada juga yang cukup optimistis. “Jadi masih cenderung realistis tapi dengan catatan-catatan khusus yakni dengan kerja keras pemerintah untuk memitigasi risiko eksternal,” ujarnya.
Adapun Fajry Akbar menyatakan penerimaan negara pada tahun 2022 cukup terbantu dengan kenaikan harga komoditas. Hal ini terlihat dari setoran pajak dari sektor pertambangan naik 262,1 persen year on year.
“Dan kontribusinya ke penerimaan negara naik menjadi 9,4 persen,” kata Fajry. Sedangkan tahun depan, akan ada tantangan cukup besar karena tren harga komoditas mulai menurun sejak akhir Juni 2022.
Tingginya inflasi dan rencana pengetatan moneter, menurut Fajry, juga akan menjadi tantangan serius. Apalagi sejumlah bank sentral, utamanya The Federal Reserve berencana menaikkan suku bunga dan memicu kontraksi ekonomi di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Selain itu, masih ada ancaman krisis pangan dan energi sebagai dampak dari krisis geopolitik antara Ukraina dan Rusia. “Penerimaan pajak yang merupakan hilir dari aktivitas ekonomi pasti akan terdampak,” tutur Fajry.
ARRIJAL RACHMAN | RR ARIYANI
Baca: Jokowi Tak Singgung Kenaikan Gaji PNS, Belanja Pemerintah pada 2023 Turun 5,9 Persen
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.