Namun Bhima ragu akan target pertumbuhan ekonomi itu akan tercapai. Terlebih, harga komoditas saat ini disebut-sebut sudah mencapai titik puncaknya dan cenderung mulai melandai belakangan ini. “Kalau ada resesi global, harga komoditas bakal turun, ini jadi salah satu tantangan sebenarnya. Benar gak harga komoditas masih akan menopang ekonomi pada 2023?”
Sementara itu, Josua menilai asumsi pertumbuhan ekonomi 5,3 persen atau lebih tinggi ketimbang outlook 2022 di kisaran 5,1-5,4 persen menunjukkan pemerintah yakin perekonomian nasional lebih baik ketimbang global.
“Sedangkan penurunan asumsi harga minyak mentah juga mengindikasikan normalisasi harga komoditas global pada tahun depan. Dengan begitu, kontribusi net ekspor pada PDB tahun depan juga akan menurun,” ucap Josua.
Inflasi
Terkait dengan inflasi, Bhima mempertanyakan fokus yang sebenarnya akan didorong pemerintah tahun depan. Sebab, Jokowi dalam pidatonya menyebutkan soal infrastruktur sebanyak 11 kali dan kata inflasi disebutkan 7 kali. “Sebelas kali keyword-nya adalah infrastruktur. Ini yang agak kontradiktif,” tuturnya.
Sebab, menurut Bhima, jika pemerintah serius bertekad menekan inflasi, maka solusinya bukan menggenjot pembangunan infrastruktur tapi memberikan subsidi atau menyalurkan bantuan sosial. “Sedangkan bansos cuma sedikit disebut,” ucapnya.
Sedangkan Josua menilai asumsi inflasi tahun depan di level 3,3 persen cukup optimistis karena lebih rendah dari outlook 2022 di kisaran 4-4,8 persen. Padahal ada risiko inflasi tinggi tahun depan karena ketidakpastian geopolitik baik dari Rusia-Ukraina dan Cina-Taiwan masih memanas.
“Sehingga masih akan mendorong potensi kenaikan harga energi dan pangan global serta berlanjutnya gangguan rantai pasokan global,” ujar Josua.
Harga Minyak (ICP)
Adapun Bhima menyatakan asumsi harga minyak mentah atau ICP US$ 90 per barel menunjukkan bahwa pemerintah melihat tahun depan tak ada lagi windfall dari harga komoditas. Di saat tak ada windfall dari komoditas, Bhima memprediksi pemerintah bakal menggenjot penerimaan dari pajak. “Tapi kalau menargetkan basis pajak di dalam negeri, pasti akan timbul kontraksi ekonomi,” ucapnya.
Sementara motor pendorong pertumbuhan dari investasi, menurut dia, juga tak bisa terlalu diharapkan apalagi menjelang tahun politik. “Investor pasti masih wait and see.” Dan dengan tahun politik yang semakin dekat, menurut Bhima, pemerintah juga akan meningkatkan belanja persiapan pemilu.
Sedangkan Josua menilai ekspektasi pertumbuhan pajak yang cenderung flat mengindikasikan bahwa pemerintah mengasumsikan bahwa windfall pajak dari commodity boom akan mengalami penurunan.