Sebab, dalam skema bisnis yang dijalankan perusahaan aplikasi, pengemudi adalah mitra sekaligus pemilik kendaraan sehingga perusahaan aplikasi dinilai tidak banyak mengeluarkan modal maupun biaya perawatan kendaraan.
Dari Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564 Tahun 2022 tersebut terlihat bahwa dari total biaya yang dibebankan kepada pelanggan, sebanyak 80 persen masuk sebagai pendapatan pengemudi. Namun, biaya tersebut nantinya akan digunakan untuk berbagai hal, mulai dari asuransi, perlengkapan keselamatan hingga perawatan kendaraan.
Untuk memenuhi asas keadilan, Kemenhub diminta menghitung keuntungan bersih yang diperoleh pengemudi. Baru kemudian ditentukan besaran presentase pemotongan untuk biaya sewa aplikasi.
Ia mengatakan biaya sewa aplikasi sebesar 20 persen sangat besar mengingat perusahaan aplikasi memiliki jutaan orang mitra pengemudi. "Kita dorong agar biaya sewa aplikasi ini dievaluasi dan sebaiknya diturunkan," kata dia.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan pun mengatakan jika pemerintah bertujuan menaikkan tarif ojek online untuk menambah pendapatan para mitra pengemudi, maka langkah tersebut keliru. Sebab justru perusahaan penyedia aplikasi ojek online yang mendapatkan keuntungan paling besar.
"Karena pemilik platform prinsip pemotongannya persentase. Semakin tinggi angka, semakin nggak dapat besar persentasenya," tutur Tigor saat dihubungi Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Jika ingin menaikkan penghasil para mitra, menurutnya, hanya ada satu cara yakni memangkas presentase biaya jasa yang diberlakukan oleh pemilik platform. Menurut dia langkah ini sulit terealisasi karena ojek online milik swasta.
Ketua Umum Asosiasi Driver Online, Taha Syafariel juga mengungkapkan sejak awal aspirasi yang digaungkan oleh mitra pengemudi adalah pembuatan regulasi setara Undang-undang untuk melindungi hak-hak mitra pengemudi ojek online. Dengan adanya kenaikan tarif ini, menurutnya tak ada pengaruh yang signifikan pada mitra pengemudi.
Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Adita Irawati mengatakan penyesuaian tarif ini sebelumnya berdasarkan hasil evaluasi terhadap biaya jasa langsung seperti penyesuaian Upah Minimum Regional (UMR), iuran jaminan kesehatan, penambahan biaya jas hujan, dan jarak tempuh minimum order.
"Perubahan komponen biaya jasa langsung ini juga sebagian kita dapat aspirasi mitra pengemudi," kata Adita saat dihubungi Tempo, Selasa, 9 Agustus 2022.
Namun Kemenhub, tuturnya, telah menyesuaikan dengan kemampuan dan kemauan membayar dari masyarakat sesuai hasil survey yang telah dilakukan sebelumnya.
Aturan ini sebenarnya telah terbit pada 4 Agustus 2022. Namun kebijakan tersebut berlaku paling lambat 10 hari setelah Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 564/2022 terbit. Artinya, efektif per 14 Agustus 2022.
Aturan terbaru menentukan kenaikan tarif paling tinggi di Jabodetabek. Jika sebelumnya rentang biaya jasa minimal di zona II adalah sebesar Rp 8.000 s.d Rp 10.000, kini dengan aturan terbaru maka biaya naik jadi berkisar Rp 13.000 - Rp 13.500.
Bila dibandingkan dengan peraturan sebelumnya, maka biaya jasa minimal untuk seluruh zona tercatat naik.
Pemerintah Menggelar Rapat dengan Grab dan Gojek
Adita menuturkan, Kemenhub telah meminta pada perusahaan penyedia aplikasi ojek online untuk segera menerapkan penyesuaian tarif melalui surat pemberitahuan. Di samping itu, ia berharap perusahaan terus meningkatkan standar pelayanan terutama memperhatikan aspek keselamatan dalam berkendara.
"Dirjen Perhubungan Darat juga akan bertemu dengan aplikator ojek online pada dalam waktu dekat untuk sosialisasi serta pengecekan kesiapannya," kata dia.