TEMPO.CO, Jakarta - Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mendesak Kementerian Komunikasi dan Informatika membatalkan aturan kewajiban pendaftaran penyelenggara sistem elektronik (PSE) bagi perusahaan dalam maupun luar negeri. Ketentuan itu dianggap berpotensi melanggar hak atas privasi, informasi, dan kebebasan berekspresi masyarakat.
Kepala Divisi Kebebasan Berekspresi SAFEnet Nenden S. Arum mengatakan lembaganya telah membuka petisi untuk menolak Peraturan Menteri Kominfo yang mengatur soal PSE. Beleid yang ia maksud adalah Peraturan Menkominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Hingga Selasa, 19 Juli 2022, petisi itu diteken 4.700 orang. “Kalau kami baca kontennya, substansinya, lebih jauh. Kalau pun nanti platform digital daftar, masalahnya akan tetap ada,” katanya seperti dikutip pada Selasa, 19 Juli.
Organisasi regional yang berfokus pada upaya memperjuangkan hak-hak digital di kawasan Asia Tenggara itu melihat ada tiga pasal karet yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) dan mengekang kebebasan berpendapat dalam beleid soal PSE. SAFEnet menyoroti Pasal 9, Pasal 14, dan Pasal 36.
Pasal 9 ayat 3 dan ayat 4 berisi klausul yang menyatakan pemilik platform tidak mencantum informasi-informasi atau melakukan pertukaran data yang sifatnya “dilarang”. Adapun yang dimaksud dengan data yang bersifat dilarang ini merupakan data yang digolongkan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan“meresahkan masyarakat serta mengganggu ketertiban umum.
“Kami berpendapat bahwa pendefinisian meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum sangat luas sehingga dapat menimbulkan interpretasi ganda yang dapat digunakan oleh aparatur keamanan negara untuk mematikan kritik,” kata Nenden.