TEMPO.CO, Jakarta - Ekonomi Indonesia tumbuh 5 persen pada kuartal I 2022. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi tersebut adalah kenaikan harga komoditas. Pemerintah dinilai perlu menjaga momentum pemulihan ekonomi agar tidak terjebak pada fluktuasi harga komoditas.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira berpendapat pemerintah bisa memberikan support dengan memfasilitasi pencarian sumber bahan baku alternatif, dan menurunkan ketergantungan terhadap bahan baku impor.
Hal itu untuk mengatasi tantangan industri dalam menghadapi kenaikan biaya produksi dan gangguan rantai pasok. "Kedua, perlu refocusing insentif perpajakan ke sektor manufaktur agar lebih efektif," kata Bhima saat dihubungi Rabu, 11 Mei 2022.
Termasuk pengalihan anggaran PEN ke stimulus industri padat karya. Dia menilai tulang punggung penting dalam pemulihan ekonomi adalah sektor industri manufaktur. Sektor manufaktur mampu menyerap tenaga kerja, dan memiliki multiplier effect yang luas.
Ketiga, link and match tenaga kerja untuk penuhi kebutuhan industri. Meskipun persoalan tenaga kerja adalah problem jangka panjang, tapi sebaiknya program pemerintah seperti Kartu Prakerja diarahkan ke pasar tenaga kerja di sektor industri.
Bhima juga menilai jaring pengaman sosial punya andil yang signifikan dalam menjaga daya beli 40 persen kelompok pengeluaran terbawah. Menurutnya, bantuan tunai dan non tunai sebaiknya ditambah dan sasarannya diperluas.
Contohnya BSU untuk pekerja informal bisa dimulai secepatnya. Kemudian bantuan permodalan usaha mikro juga bisa ditambah untuk meredam ekses negatif dari naiknya inflasi energi dan pangan.
"Bagi petani yang terpenting adalah tambahan subsidi pupuk karena harga pupuk semakin liar dan mengancam daya beli petani," kata dia.