Politikus Partai Amanat Nasional itu mengatakan usulan anggaran Pemilu 2024 terlalu membengkak dibanding Pemilu 2019. Alokasi anggaran Pemilu 2019 hanya Rp 25 triliun. Saat ini usulan anggaran pemilu naik hingga tiga kali lipat karena KPU ingin menaikkan honor penyelenggara adhoc setara dengan upah minimum regional di daerah masing-masing.
Honor penyelenggara adhoc di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) hingga panitia kecamatan sebesar Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta per orang. KPU mengusulkan honor penyelenggara adhoc naik hingga dua kali lipat. Tapi DPR dan pemerintah meminta KPU mengkaji ulang usulan tersebut karena kondisi ekonomi yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.
"Kami setuju naik, tapi proporsional sesuai dengan kondisi keuangan. Kalau naik sampai empat atau lima kali lipat, itu sudah tidak wajar," ujar Guspardi.
Komponen lain yang membuat usulan anggaran pemilu membengkak adalah pembangunan kantor KPU di sejumlah daerah yang mencapai Rp 3,1 triliun. Kementerian Dalam Negeri sudah merespons usulan ini dengan berencana menyurati kepala daerah agar bisa meminjamkan gedung atau kantor pemerintah untuk KPU atau membangun kantor KPU.
Selain itu, kata Guspardi, DPR meminta KPU mencoret anggaran pengadaan mobil dinas senilai Rp 287 miliar. Menurut dia, penyelenggara pemilu bisa memanfaatkan mobil operasional yang ada. DPR juga meminta KPU tidak mengadakan rapat di hotel atau mengundang KPU daerah untuk rapat ke Jakarta. "Sekarang rapat pakai Zoom sudah bisa," katanya.
Komisioner KPU, Betty Epsilon Idroos mengatakan, lembaganya belum bisa memastikan berapa anggaran yang bisa dipangkas. Betty mengatakan KPU tengah menyisir kembali seluruh komponen usulan anggaran Pemilu 2024. Oleh sebab itu, KPU belum bisa memastikan komponen anggaran yang bakal dihapus ataupun dipotong. "Sedang dibahas," tuturnya.
Peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity, Hadar Nafis Gumay, menilai KPU perlu melihat skala prioritas dari komponen anggaran yang diusulkan. "Misalnya, rehabilitasi gedung masih bisa ditunda," katanya.
Selain itu, kata Hadar, KPU perlu menimbang kembali anggaran elektoral dan non-elektoral. Misalnya, komponen anggaran non-elektoral, seperti belanja alat pelindung diri, bisa dibebankan ke Kementerian Kesehatan atau Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Adapun alat pelindung diri penyelenggara pemilihan kepala daerah dibebankan ke pemerintah daerah.
"Anggarannya sebenarnya sama, tapi dibebankan kepada institusi lain saja," kata komisioner KPU periode 2012-2017 ini. "Justru yang tidak boleh dikurangi lagi adalah honor penyelenggara adhoc Pemilu 2024 karena beban kerja mereka berat."
Senada dengan Hadar, Direktur Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, usulan kenaikan honor penyelenggara adhoc pemilu perlu didukung karena mereka punya beban kerja berat.
Perludem tidak setuju jika usulan kenaikan honor penyelenggara pemilu di TPS dikurangi karena melihat tanggung jawab mereka yang besar. "Perludem menyarankan agar KPU memangkas anggaran penyediaan kantor dan sarana transportasi," tuturnya.
DEWI NURITA | IMAM HAMDI
Baca: Soal Kepastian Maju di Pilpres 2024, AHY: Saya Terus Mempersiapkan Diri