TEMPO.CO, Jakarta -Konflik Ukraina-Rusia semakin memanas dalam beberapa pekan terakhir. Amerika Serikat dan Inggris memerintahkan evakuasi keluarga staf kedutaan mereka dari ibu kota Ukraina, Kyev, mulai awal pekan ini.
Washington kemudian menempatkan 8.500 tentara dalam siaga tinggi untuk dikerahkan ke Eropa serta mengirimkan pasokan senjata senilai US$200 juta atau sekitar Rp2,86 triliun ke Ukraina.
Di saat bersamaan, Aliansi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) memperkuat perbatasannya di empat negara Eropa Timur dengan mengerahkan kapal perang dan jet tempur.
Sedangkan Uni Eropa kemarin mengumumkan bantuan darurat sebesar 1,32 miliar Euro atau Rp21,4 triliun untuk Ukraina. “Bantuan ini membantu Ukraina untuk mengatasi kebutuhan pembiayaannya karena konflik,” kata Presiden Komisi Uni Eropa Ursula von der Leyen.
Langkah itu menyusul kekhawatiran negara-negara Barat akan ancaman invasi Rusia ke Ukraina. Pada pekan lalu, bocoran intelijen Amerika Serikat menyebut Rusia mempersiapkan operasi sabotase sebagai dalih menginvasi Ukraina.
Tuduhan Amerika Serikat menyebut Rusia tengah mengirimkan para penyabot terlatih dengan bahan peledak untuk merekayasa alasan menginvasi wilayah Ukraina.
"Kami memiliki informasi yang mengindikasikan Rusia telah menempatkan sekelompok agen untuk melakukan operasi bendera palsu (operasi kambing hitam) di Ukraina bagian timur," ujar juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki.
"Para agen itu dilatih dalam perang perkotaan dan dalam menggunakan peledak untuk melancarkan aksi sabotase terhadap kekuatan proxy Rusia sendiri," ujarnya.
Moskow membantah keras tudingan itu. Mereka menyebut Amerika dan negara-negara Barat menyebarkan histeria dan ketakutan untuk mengacaukan stabilitas di Eropa Timur. “Ini adalah disinformasi total,” tutur Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.
Kendati demikian, bantahan Rusia sulit dipercaya oleh Ukraina dan para sekutu Barat-nya. Sejak April tahun lalu, Rusia telah menempatkan lebih dari 100 ribu tentaranya di tiga titik perbatasan dengan Ukraina. Kemudian, Rusia mengerahkan 60 batalion atau 48 ribu tentara ke Belarusia, tetangga Ukraina, dalam latihan perang gabungan.