TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Rohana, 22 tahun, yang berjuang sejak 2016 untuk mendapatkan kewarganegaraan, telah menjadi sorotan warga Malaysia. Rohana adalah putri Pekerja Migran Indonesia (PMI/TKW) dengan ayah warga negara Malaysia.
Orang tua Rohana tidak diketahui keberadaannya. Ibu Rohana, yang berstatus WNI, bekerja di Malaysia sebagai petugas kebersihan. Permasalahan kewarganegaraan Rohana bermula, ketika dia ditinggal ibunya saat masih bayi tanpa dokumen kependudukan.
Rohana, yang masih bayi, lalu di rawat oleh seorang guru atas dasar kemanusiaan. Saat Rohana hendak sekolah, dia kesulitan karena tak punya dokumen sebagai persyaratan mendaftar sekolah di Malaysia.
Bicara soal kewarganegaraan, Indonesia adalah negara yang mengusung asas ius sanguinis dan ius soli. Dua asas ini dianut negara-negara di dunia untuk memberikan status kewarganegaraan pada seseorang.
Kewarganegaraan penting dimiliki oleh setiap individu. Kewarganegaraan membuat seseorang memiliki ikatan legal kepada sebuah negara untuk kepentingan administrasi dan kelangsungan hidupnya.
Di Indonesia, kewarganegaraan seorang anak, diambil berdasarkan garis ibu. Namun, seperti termaktub dalam Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 2006, kewarganegaraan Indonesia bisa diperoleh lewat beberapa cara.
Undang-undang No. 12 Tahun 2006 menyebut bahwa anak yang lahir dari ayah WNI dan ibu WNA, maka dia berhak menjadi WNI. Anak yang lahir dari ibu WNI dan ayah yang tak punya kewarganegaraan atau hukum negara asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut, maka anak itu juga menjadi WNI.
Disebutkan pula dalam undang-undang tersebut, anak yang lahir di luar perkawinan sah dari ibu WNI atau ibunya WNA – ayah WNI, maka anak itu berhak menyandang kewarganegaraan WNI.
“Secara UU, kalau salah satu diantara orang tua adalah WNI, maka berhak mendapatkan dokumen kewarga-negaraan (WNI). Seseorang yang setelah dewasa (18 tahun), bisa memutuskan pilihan warga negara (bagi mereka yang memiliki 2 kewarga-negaraan),” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah kepada Tempo, Selasa, 18 Januari 2022.
Dalam kasus Rohana, Faizasyah mengatakan Rohana mengurus kewarga negaraan Malaysia setelah dewasa. Faizasyah pun sanksi, jika Rohana pernah terdaftarkan sebagai WNI, terlebih ayahnya di pemberitaan disebutkan warga negara Malaysia.
Tak bisa sekolah
Akibat tak punya kewarganegaraan, Rohana tak bisa sekolah.
“Kalau dipikir-pikir, dunia ini tidak adil. Itu bukan salah saya. Ketika ibu ayah saya melakukan sesuatu yang salah, mengapa saya harus bertanggung jawab. Saya hanya melanjutkan hidup sebagai seorang anak. Ketika saya harus berhenti sekolah, saya sangat sedih karena tidak ada yang membantu. Saya harus berhenti karena tidak ada dokumen,” kata Rohana.
Untungnya Rohana tak sampai mengakhiri hidup karena memikirkan nasib ibu kandung dan ibu angkatnya.
Rohana Abdullah (kiri) bersama ibu angkatnya, Chee Hoi Lan. (Harian Metro/Antara)
Bagi Rohana, status kewarganegaraan memungkinkannya bisa menjalani hidup seperti orang lain. Diantaranya menikah, membuka rekening dan hal-hal lain yang tidak bisa dilakukan sebelumnya.
Kisah Rohana, anak PMI / TKW, yang ditinggalkan ibunya sejak bayi di Malaysia, menyedot perhatian Perdana Menteri Ismail Sabri Yakob. Ia mengatakan telah menghubungi Rohana untuk memberikan status kewarganegaraan dan kartu identitas diri (KTP).
Rohana viral setelah media di Malaysia memberitakan mengenai kisahnya dengan ibu angkatnya, Chee Hoi Lan. Chee, 83 tahun, yang berbeda bangsa dan agama, dengan tulus merawat Rohana sebagai seorang muslim dengan penuh kasih sayang dan kecintaan.
Baca juga : Malaysia Borong 6 Helikopter Tempur Ringan MD 530G
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.