TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan memulai program pemberian vaksin booster bagi masyarakat mulai 12 Januari 2022. Kebijakan ini diambil di tengah belum meratanya tingkat vaksinasi Covid-19 di berbagai daerah di Indonesia.
Kritik keras terhadap kebijakan ini muncul dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Keadilan Vaksinasi. Tim Advokasi Laporan Warga Lapor Covid-19 mengatakan saat ini ada 6,9 juta lansia yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 sama sekali. Belum lagi kelompok rentan lain yang belum menjadi program prioritas, seperti warga dengan penyakit penyerta, ibu hamil, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas.
Anggota Tim Advokasi Laporan Warga Lapor Covid-19 Firdaus Ferdiansyah menegaskan apabila program vaksinasi tak punya skema khusus untuk kelompok rentan, maka rencana pemberian vaksin booster bukanlah langkah yang bijak.
"Karena akan menempatkan mereka yang belum dapat vaksin sama sekali semakin rentan terinfeksi, bahkan meningkatkan risiko kematian," kata Firdaus dalam konferensi pers daring, Ahad, 9 Januari 2022.
Hingga Kamis lalu, cakupan vaksinasi dosis kedua di Indonesia masih relatif rendah, yakni 55,58 persen. Sedangkan vaksinasi lansia dosis penuh (kedua) juga baru mencapai 42,86 persen. Apalagi, persyaratan pemberian vaksin booster baru bisa dilakukan bagi daerah yang telah mencapai minimal 70 persen dosis pertama dan 60 persen dosis kedua.
Per 7 Januari 2022, hanya terdapat 244 kabupaten/kota yang mencapai syarat tersebut. Artinya, masih ada 290 kabupaten/kota yang cakupan vaksinasi dosis penuh kurang dari 60 persen.
"Daerah lain yang kerentanan tinggi karena cakupan vaksinasi masih rendah, itu justru akan semakin rentan. Ini menunjukkan ketidakadilan akses terhadap vaksin. Ini tak sejalan dengan vaksin berkeadilan," kata Firdaus.
Senada dengan Firdaus, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, mengatakan wacana pemerintah untuk melaksanakan vaksinasi booster akan memunculkan disparitas di tengah masyarakat. Vaksinasi booster ia sebut menjadi penegasan bahwa terjadi ketimpangan terhadap akses vaksin Covid-19.
Yang pertama adalah disparitas antara kelas menengah bawah dengan menengah atas. Golongan menengah bawah saat ini banyak yang masih belum mendapat akses vaksin sama sekali.
"Sehingga mereka yang mendapatkan vaksin, terutama vaksin berbayar dan vaksin booster, ini pemulihannya akan lebih cepat. Pendapatannya akan lebih besar dibanding mereka yang tak mendapatkan akses atau harus berbayar," kata Bhima.