TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 101 kepala daerah, dari gubernur hingga bupati dan wali kota, akan habis masa jabatannya pada tahun ini. Pejabat sementara atau disebut penjabat kepala daerah akan ditunjuk untuk mengisi kekosongan kepemimpinan hingga kepala daerah definitif terpilih dalam Pilkada 2024.
Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Benni Irwan, mengatakan untuk tahun ini rinciannya ada 7 gubernur, 76 bupati, dan 18 wali kota yang masa jabatannya berakhir. "Penjabat kepala daerah yang akan mengisinya nanti," ujar Benni, Jumat lalu.
Merujuk UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, untuk mengisi kekosongan jabatan bupati atau wali kota, akan diangkat dari pimpinan tinggi pratama setingkat eselon dua.
Sedangkan kekosongan jabatan Gubernur diisi dengan penjabat yang berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya setingkat eselon satu. Dalam struktur pemerintahan, jabatan ini setingkat dengan direktur jenderal, sekretaris jenderal, kepala badan, sekretaris menteri, atau staf ahli tenaga menteri serta jabatan lainnya yang setara.
Salah satu provinsi yang akan mengalami masa kekosongan jabatan gubernur tahun ini adalah DKI Jakarta. Anies Baswedan akan mengakhiri jabatannya sebagai gubernur pada 16 Oktober mendatang.
Kemendagri belum menentukan penjabat gubernur untuk DKI Jakarta. Menurut Benni, nama penjabat gubernur baru akan keluar menjelang masa jabatan berakhir. Dalam prosesnya, Kementerian Dalam Negeri akan mengusulkan nama penjabat, yang kemudian akan dipilih oleh Presiden Joko Widodo.
Sejumlah pengamat kebijakan publik menyarankan pemerintah menggelar fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan untuk mencari penjabat kepala daerah sebagai pengganti pemimpin daerah yang memasuki purnatugas tahun ini.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Eko Sakapurnama, mengatakan bahwa uji kelayakan dan kepatutan dibutuhkan untuk memastikan integritas dan rekam jejak para penjabat. "Perlu dibuat komite ad hoc panitia seleksi untuk menggelar fit and proper test bagi pejabat sementara," kata Eko, kemarin.
Pengamat kebijakan publik lainnya, Lisman Manurung, berpendapat senada. Lisman mengatakan penjabat kepala daerah mempunyai kewenangan yang sama dengan pejabat definitif yang digantikannya. "Hal yang menjadi isu penting adalah kriteria apa saja yang ditetapkan pemerintah pusat untuk menjamin efektivitas pejabat sambung gubernur atau wali kota nanti," ujarnya.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, Feri Amsari menilai tidak perlu sampai ada uji kelayakan, karena syarat penjabat kepala daerah sudah ditentukan dalam undang-undang.
"UUD menentukan pemerintahan adalah wilayah eksekutif daerah, jadi ya semestinya dipimpin sipil, bukan TNI atau polisi. UU 10/2016 mengatur, Pj adalah pejabat eselon. Jadi sepanjang syarat dan pembatasan dipatuhi, tidak masalah," ujar Feri, Ahad, 9 Januari 2022.
Hanya saja, ujar Feri, kenyataannya dalam proses tersebut selalu ada intervensi kepentingan politik. "Dalam kebijakan politik tertentu, terutama pada tahun-tahun politik, itu akan sangat berbahaya karena dikendalikan kepentingan pusat," ujarnya.
Ia memperkirakan, pemerintahan yang akan dipimpin penjabat kepala daerah tidak akan efektif karena berjalan bukan berdasarkan kesepakatan politik di daerah, tetapi kepentingan politik di pusat. Kebijakan ditengarai akan sepenuhnya di bawah kendali Kementerian Dalam Negeri. "Intervensi pusat ini yang akan mengerikan. Menurut saya, ada baiknya presiden mengeluarkan Perpu untuk menambah masa jabatan kepala daerah agar tidak terkesan sentralistiknya kekuasaan," ujar Feri.