Pada indikator kesinambungan utang misalnya, Riza mengatakan keseimbangan primer Indonesia sudah negatif dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini, kata dia, menunjukkan pembayaran utang ditutup dengan penarikan utang baru. Untuk itu, Riza menyebut ada empat poin yangf perlu diperhatikan dari peningkatan utang ini.
Pertama, penggunaan utang di sektor produktif yang memberikan multiplier effect. Kedua, ketepatan pemberian dana bantuan sosial atau bansos agar mendorong pertumbuhan ekonomi dari sisi konsumsi, disamping menjaga tingkat kesejahteraan masyarakat
Ketiga, peningkatan beban bunga utang yang membuat ruang fiskal pemerintah menjadi sempit. Sehingga, Ia menilai perlu upaya menekan tingkat bunga. Lalu terakhir, peningkatan utang perlu diikuti peningkatan pendapatan. “Hal ini direspon pemerintah dengan UU Harmonisasi Perpajakan dan hilirisasi industri,” kata dia.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga menyampaikan kalau masih ada risiko pembiayaan lewat surat utang meningkat apabila terjadi peningkatan kasus Covid-19 ke depannya, apalagi dengan ditemukan varian Omicron. Apabila varian baru terlanjur merebak, seperti varian Delta, Josua menyebut pemerintah akan kembali melakukan pembatasan aktivitas masyarakat dan bisa berdampak pada ekonomi.
"Bila hal ini terjadi, maka kinerja penerimaan akan menurun, diikuti oleh kenaikan kebutuhan belanja, sehingga defisit meningkat,” kata Josua. Tapi bila risiko ini dapat dibatasi, kata dia, maka besar kemungkinan kebutuhan pembiayaan surat utang akan menurun tahun depan. Sehingga ke depannya proporsi belanja pembayaran bunga dapat berkurang.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Riko Amir menyebut tahun depan pun penerimaan negara memang diproyeksi akan meningkat. Peningkatan bersumber dari penerapan UU Harmonasisasi Peraturan Perpajakan, Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pajak alias Tax Amnesty Jilid II, dan harga komoditas yang masih cukup tinggi.
Kondisi ini, kata dia, diharapkan dapat menurunkan defisit APBN dan pembiayaan utang tahun 2022. “Pada akhirnya akan berdampak pada perbaikan indikator pengelolaan utang, yang salah satunya adalah rasio utang terhadap PDB yang lebih rendah,” kata dia.
Sementara terkait surat utang, Luky menyebut ada fleksibilitas dalam penentuan timing SBN. Penentuan dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan utang, kondisi kas, dan kondisi pasar keuangan. “Timing ini bersifat dinamis dan akan dimonitor secara kontinu untuk memperoleh biaya dan risiko yang optimal,” ujarnya.
Saat ini, jumlah kasus positif Covid-19 varian Omicron di tanah air terus bertambah sejak terkonfirmasi pertama kali pada 16 Desember 2021. Sampai Rabu kemarin, 29 Desember 2021, jumlah kasus positif varian ini bertambah menjadi 21 kasus baru menjadi 68 orang. Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi mengatakan 21 kasus baru itu merupakan pelaku perjalanan luar negeri yang terdiri dari 16 WNI, 5 WNA.
Negara kedatangan paling banyak adalah Arab Saudi, dan Turki. Sampai saat ini kasus Omicron di Indonesia kebanyakan dari pelaku perjalanan luar negeri. “Adanya kasus Omicron Indonesia karena adanya perjalanan dari beberapa negara seperti Arab Saudi dan Turki, sehingga masyarakat diimbau untuk mempertimbangkan berlibur ke sana,” kata Nadia dalam keterangan tertulis.
Sebelum adanya varian Omicron, Indonesia pernah menghadapi lonjakan kasus akibat kemunculan varian Delta di pertengahan tahun.Kasus Covid-19 di tanah air mengalami lonjakan dan mencapai puncak pada 15 Juli 2021. Saat itu, kasus konfirmasi positif harian mencapai titik tertinggi yaitu 56.757 kasus baru. Tapi setelah itu, konfirmasi kasus baru terus turun sampai hari ini yang hanya 194 kasus baru.