TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Keuangan atau Kemenkeu mewaspadai perkembangan virus Covid-19 varian Omicron terhadap APBN, terutama dari sisi pembiayaan utang. Kemenkeu telah memproyeksikan tahun ini rasio utang terhadap Pendapatan Domestik Bruto atau PDB bakal naik menjadi 41,4 persen dari posisi 2020 yang sebesar Rp 38,68 persen.
Sementara tahun depan rasio utang juga diproyeksi masih terus naik menjadi 43,1 persen, sebelumnya akhirnya turun lagi sampai 2025 nanti. Direktur Jenderal Pembiayaan dan Risiko atau DJPPR Kemenkeu, Luky Alfirman, memastikan pemerintah akan merespon cepat perkembangan varian ini untuk mengurangi dampaknya.
“Untuk tahun 2022, dengan pelaksanaan vaksinasi yang sudah cukup tinggi, diharapkan dapat menangkal penularan dan meminimalkan dampak varian Omicron,” kata dia saat dihubungi, Kamis, 30 Desember 2021.
Luky menyebut pembiayaan APBN tahun 2022 akan mengoptimalkan terlebih dahulu sumber-sumber non-utang. Lalu, memanfaatkan utang berbunga murah dari lembaga multilateral dan bilateral, serta sumber pembiayaan pasar secara terukur.
Sebelumnya, laju kenaikan rasio utang tahun ini menjadi 41,4 persen tahui ini telah menuai kritikan dari Wakil Ketua Fraksi Bidang Ekonomi dan Keuangan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Dewan Perwakilan Rakyat Ecky Awal Mucharam. Ecky melihat sejak awal tahun Indonesia telah mengalami berbagai masalah perekonomian.
“Kebijakan fiskal, ekonomi dan sektoral perlu untuk diperhatikan kembali oleh pemerintah guna menjamin tujuan bernegara yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat," pungkas Anggota Komisi Keuangan DPR RI tersebut, Rabu kemarin.
Tidak hanya itu, Ecky menyampaikan bahwa dalam konteks Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, utang negara yang mencapai 41,38 persen PDB sudah melebihi porsinya. Ia berujar hal tersebut menimbulkan berbagai pertanyaan seperti apakah sumber dana, postur APBN dan belanja negara benar-benar sehat.
Sementara itu, peneliti Center of Macroeconomics and Finance INDEF Riza A. Pujarama menyoroti beberapa aspek lain dalam pembiayaan utang dalam beberapa tahun terakhir. Salah satunya, Riza menyebut indikator kesinambungan fiskal dan utang cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. “Hal ini menunjukkan peningkatan risiko,” kata dia.