Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Gerindra, Andre Rosiade, mendesak agar pemerintah tidak memilih jalan menutup emiten berkode GIAA. Menurut Andre, pemerintah semestinya bisa memberikan dukungan total untuk menyelematkan Garuda seperti BUMN lain yang memiliki utang jumbo.
Dia mencontohkan langkah penyehatan berbagai perusahaan yang telah berhasil, seperti Krakatau Steel. Krakatau Steel sebelumnya tercatat memiliki utang sampai Rp 31 triliun. “Yang lain bisa restrukturisasi, seperti PTPN. Kemudian Waskita juga. Waskita bahkan bisa melakukan restrukturisasi dengan 21 bank. Jadi Garuda yang angkanya (utang) mirip-mirip kenapa enggak bisa?” tutur Andre.
DPR, kata Andre, segera memanggil Garuda dan Kementerian BUMN untuk menagih proposal renegosiasi dengan lessor. Pemanggilan dilaksanakan pada pekan kedua November atau menunggu Menteri BUMN tiba di Indonesia setelah melakukan perjalanan dinas ke Dubai.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia, Toto Pranoto, menyebut Garuda Indonesia sedang masuk dalam situasi terburuk sepanjang sejarah operasi. Dia membandingkan kondisi Garuda dengan era 2000-an. Saat itu Garuda juga menghadapi krisis karena buruknya tata kelola manajemen dan salah urus perusahaan.
Ketimbang situai 20 tahun lalu, Toto melihat kondisi yang terjadi kali ini jauh lebih kompleks. “Garuda Indonesia menghadapi situasi dampak pandemi Covid-19 yang memberikan dampak signifikan terhadap keberlangsungan usaha industri penerbangan dunia,” ujar Toto.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA