Adapun perkembangan proses negosasi itu belum dapat diumumkan oleh perseroan lantaran masih bersifat unsettled atau belum pasti. Manajemen masih menjajaki komunikasi bersama para lessor-nya untuk memfinalkan proses negosiasi dengan skema restrukturisasi. Irfan memastikan sampai saat ini belum ada batas waktu yang ditetapkan untuk pengajuan proposal.
Garuda menghadapi tumpukan utang berlipat ganda untuk membayar sewa pesawat sebanyak 142 unit. Dalam rencana bisnisnya, perseroan ingin memangkas jumlah armadanya hingga 50 persen atau menjadi sekitar 70 unit guna menekan ongkos opersional.
Unit armada yang dimiliki maskapai saat ini dinilai tidak semua cocok dengan karakter perseroan sehingga menimbulkan kerugian. Pada awal 2021, Garuda telah mengakhiri kontrak secara dini dengan Nordic Aviation Capital (NAC) yang seharusnya berakhir pada 2027. Perusahaan menyewa 12 pesawat CRJ-1000 yang membebani keuangan perusahaan sekitar US$ 30 juta selama tujuh tahun terakhir.
Wakil Menteri II BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan proses restrukturisasi Garuda ditargetkan kelar pada kuartal kedua 2022. Pemerintah tidak ingin mempailitkan perseroan dan terus mencari opsi-opsi agar keuangan maskapai tersebut kembali sehat.
Untuk mempercepat proses restrukturisasi, maskapai membutuhkan tambahan dana senilai US$ 1 miliar atau sekitar Rp 14,32 triliun. "Saya harus menggaris-bawahi bahwa pemerintah tidak ingin mempailitkan Garuda. Yang kami lakukan adalah mencari cara untuk menyelesaikan persoalan utang, baik di luar proses pengadilan maupun di dalam pengadilan,” kata dia.
Perseroan pun menyiapkan berbagai skenario negosiasi utang. Misalnya, beralih ke instrumen obligasi konversi wajib atau pinjaman bank tanpa kupon. Seiring dengan proses negosiasi itu, kinerja maskapai terus didorong, baik dari sisi pendapatan penjualan tiket penumpang maupun penerbangan khusus kargo.
Berdasarkan data manajemen perusahaan, saat ini rata-rata jumlah tingkat keterisian penumpang telah bertambah. Jumlah pergerakan penumpang per November menembus 10 ribu per hari atau naik dua kali lipat ketimbang pada masa pengetatan perjalanan yang hanya mencapai 5.000 penumpang.