Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani mengatakan bahwa harga tes PCR, yang rencananya diturunkan menjadi Rp 300 ribu dengan masa berlaku 3x24 jam, masih membebani masyarakat. Musababnya, harga tiket transportasi massal banyak yang lebih murah dari harga tes PCR.
Misalnya saja, saat ini ada tiket kereta api yang harganya di kisaran Rp 75 ribu untuk sekali perjalanan. Begitu pula dengan bus dan kapal laut. "Saya kira kurang tepat bila kemudian warga masyarakat pengguna transportasi publik harus membayar lebih dari 3 kali lipat harga tiket untuk tes PCR,” kata Puan, kemarin.
Puan memahami kebijakan tes PCR bagi semua pengguna moda transportasi bertujuan untuk mengantisipasi gelombang baru Covid-19. “Namun hendaknya harga PCR jangan lebih mahal dari tiket transportasi publik yang mayoritas digunakan masyarakat,” kata Puan.
Jika harga tes PCR masih lebih mahal dari tiket transportasi massal yang mayoritas digunakan masyarakat, Puan khawatir akan terjadi diskriminasi terhadap warga masyarakat.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi meminta pemerintah menurunkan harga tes PCR secara signifikan, misalnya hingga mencapai Rp 100 ribu, apabila hendak memperluas penggunaan hasil tes sebagai syarat perjalanan masyarakat.
"Sebab jika tarifnya masih Rp 300.000, mana mungkin penumpang bus suruh membayar PCR yang tarifnya lebih tinggi daripada tarif busnya itu sendiri?" ujar Tulus kepada Tempo, Selasa, 26 Oktober 2021.
Di sisi lain, Tulus mempertanyakan pengendalian mobilitas untuk para pengguna kendaraan pribadi. Pasalnya, ia melihat selama ini tidak ada pengendalian untuk para pengguna kendaraan pribadi.
Menurut dia, jika tak ada pengendalian yang konsisten dan setara, maka kebijakan tersebut adalah hal yang diskriminatif. "YLKI menyarankan tidak semua moda transportasi harus dikenakan PCR atau antigen, karena akan menyulitkan dalam pengawasannya," tutur Tulus.
Ia pun meminta agar pemerintah mengembalikan tes PCR untuk keperluan dan ranah medis. Sebab, Tulus melihat saat ini sudah banyak warga yang divaksinasi.
Senada dengan Tulus, Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda) Ateng Aryono mengatakan rencana pemerintah memperluas penggunaan hasil tes PCR sebagai syarat perjalanan menjelang periode libur Natal dan Tahun Baru dapat memicu persoalan baru.
Persoalan itu misalnya beralihnya para penumpang ke kendaraan pribadi hingga angkutan gelap atau ilegal. "Kita kan tahu 1,5 tahun lebih pandemi kisah itu seperti memutar kaset lama. Lebaran disekat sekian ratus titik juga jebol. Ironis," ujar Ateng.
Tambahan biaya untuk tes PCR, kata Ateng, akan membebani mereka. Apalagi, dibandingkan dengan harga tiket angkutan jalan, tarif tes PCR menjadi relatif tinggi.
"Harga tiket saja hanya berapa ratus ribu. kalau dibebani itu lagi akan jadi berat. Kalau berat, mereka bisa beralih ke mobil pribadi maupun kendaraan gelap yang tidak memakai syarat, kendaraan ilegal. Kalau itu yang terjadi ya percuma," tutur Ateng.