Ketentuan penerbangan sebelumnya menyebut bahwa penumpang yang baru mendapat vaksin dosis pertama harus menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam kurun waktu maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Khusus untuk penumpang yang sudah menerima vaksin dosis kedua, bisa menunjukkan hasil rapid test antigen yang sampelnya diambil minimal 1x24 jam sebelum keberangkatan. Untuk penerbangan ke luar Jawa-Bali, maka penumpang harus melakukan tes PCR.
Soal simpang siur syarat penerbangan tersebut, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi meminta pemerintah memperjelas aturan syarat penumpang pesawat agar konsumen tidak kebingungan. "Harus segera diselesaikan. Aturan mana yang mau dipakai, Kemendagri atau Kemenhub?" ujar Tulus.
Di samping soal tak jelasnya syarat penumpang penerbangan, Tulus lebih sepakat apabila hasil rapid test antigen dipergunakan sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat. Musababnya, tarif PCR jauh lebih mahal dari rapid test-antigen.
"Syarat wajib PCR akan memberatkan konsumen dan akan membuat masyarakat malas menggunakan pesawat. Nasib maskapai udara dan airport bakal makin terpuruk," ujar Tulus.
Menurut Tulus, kebijakan itu juga harusnya mengikuti status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Saat ini, kata dia, sudah banyak daerah di Jawa-Bali yang turun level PPKM ke level 2, bahkan level 1. "Seharusnya cukup antigen untuk penumpang pesawat, bukan tes PCR," tuturnya.