Kasus-kasus tersebut rupanya didengar oleh Presiden Joko Widodo. Ia pun menginstruksikan agar Polri mengawal ketat soal pinjol ilegal ini.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian mengeluarkan instruksi untuk memberantas penyelenggaraan pinjaman online alias pinjol ilegal secara preemtif, preventif, maupun represif. Setelah seluruh jajaran kepolisian mulai aktif bergerak. Termasuk Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran membentuk tim khusus untuk menangani kasus pinjol ilegal dan berjanji akan bertindak tegas. Tim ini dipimpin oleh Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
"Yang jelas kami akan perangi," Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus pada Kamis, 14 Oktober 2021.
Sehari setelah operasi di Cengkareng, Polda Metro Jaya kembali menggerebek kantor pinjol ilegal di ruko di Green Lake City, Cipondoh, Tangerang. Usaha pinjol ilegal ini dijalankan oleh PT ITN.
Tidak cuma pimpinan perusahaan, kali ini polisi juga menetapkan dua karyawan penagih pinjaman sebagai tersangka. Cara yang digunakan untuk menagih nasabah dinyatakan masuk ranah pidana.
"Penagihan pinjaman dengan mengirim foto korban dengan foto pornografi yang seolah-olah foto itu foto milik korban," kata Komisaris Besar Yusri Yunus di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 15 Oktober 2021.
Seorang korban pinjol ilegal dari perusahaan di Green Lake City, Dedi mengaku pernah berutang Rp 2,5 juta pada 2019. Akibat sering menunggak cicilan, dia diminta perusahaan pinjol ilegal itu membayar Rp 104 juta beserta bunga.
"Penagihannya melalui WhatsApp, dikirim gambar tak senonoh dari 2019," kata Dedi, Kamis, 13 Oktober 2021.
Komisaris Besar Yusri mengatakan ada tujuh ruko berlantai empat yang digunakan oleh PT ITN. Total ada 13 aplikasi pinjol yang berada di bawah naungan perusahaan itu. Namun, sebanyak 10 aplikasi di antaranya dinyatakan ilegal dan tidak terdaftar di OJK.
Selain menggerebek kantor, Yusri mengatakan pihaknya juga sedang mengejar penjual ribuan data KTP dan foto selfie nasabah kepada kompolotan pinjol ilegal. Ribuan data, kata Yusri, dijual seharga Rp7,5 juta dan kemudian didaftarkan di aplikasi pinjol.
"Pelaku menjualnya melalui akun Telegram bernama Raha. Ini sudah jadi DPO dan kami sedang profiling," ujar Yusri.
Menurut Kepala Unit 2 Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Immanuel Lumbantobing, data yang diperjualbelikan itu kemungkinan berasal dari kebocoran data perusahaan financial technology atau fintech. Sebab, foto KTP dan foto selfie merupakan syarat untuk mendaftar aplikasi pinjaman online di perusahaan fintech.
"Tapi kami belum tahu itu dari fintech mana," kata dia.
Kebocoran data ini mulai terungkap setelah perusahaan pinjol PT Homecredit Indonesia kebanjiran data fiktif. Perusahaan mendapat banyak protes dari masyarakat yang merasa tidak melakukan pembelanjaan menggunakan aplikasi tersebut, tapi mendapat kiriman tagihan.
Setelah ditelusuri, jumlah akun fiktif itu mencapai 150 akun. Ratusan akun itu bahkan sudah berbelanja berbagai barang di e-commerce Tokopedia seperti emas batangan hingga ponsel sejak Juni 2021.
Perusahaan Homecredit kemudian membuat laporan ke Polda Metro Jaya soal komplotan penipu tersebut. Hingga pada September 2021, polisi menangkap dua orang tersangka berinisal UA dan SM di Jakarta.
Izin penyelenggaraan Pinjol dihentikan...