Dalam kasus AJB Bumiputera 1912, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo alias Bamsoet meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo yang memilih Dewan Komisioner OJK melalui panitia seleksi ikut bertanggungjawab.
Pasalnya, ia melihat kinerja Dewan Komisioner OJK lamban mengatasi kemelut Asuransi Bumiputera tersebut. Saat ini, insolvent asset Bumiputera hanya sekitar Rp 7 triliun, sedangkan kewajiban jatuh pertanggungannya kurang lebih Rp 60 triliun.
Bamsoet menyebut sekitar 7 juta pemegang polis AJBB yang tersebar di seluruh Indonesia menunggu pencairan polis. Mereka berprofesi sebagai guru, petani, nelayan hingga karyawan BUMN. "Jika masing-masing memiliki 2 anggota keluarga, 21 juta orang yang menunggu penyelesaian sengkarut AJBB," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis, 30 September 2021.
Masalah Bumiputera, kata Bamsoet, juga sudah disoroti oleh Bank Dunia sejak September 2019. Dalam laporan Global Economic Risks and Implications for Indonesia, Bank Dunia memberikan catatan khusus terhadap permasalahan perusahaan asuransi tersebut.
Saat itu, Bank Dunia bahkan bahkan menyebutkan Bumiputera sebagai perusahaan yang mungkin tidak likuid dan membutuhkan perhatian segera (urgent). "Namun, OJK terkesan mengabaikannya," ucapnya.
Sengkarut di Bumiputera yang terjadi sejak sebelum penilaian Bank Dunia tersebut, tak ditangani serius sejak pengawasan industri asuransi berada di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam - LK) hingga berganti ke tangan ke OJK.
"Ini menunjukkan ada yang salah dalam mekanisme pengawasan. OJK tidak boleh main-main dalam melakukan pengawasan terhadap industri keuangan yang mengelola uang rakyat," ujar Bamsoet.
Soal ini, Tempo sudah mencoba mengonfirmasi persoalan tersebut kepada Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot dan Deputi Komisioner Manajemen Strategis dan Logistik Anto Prabowo. Namun, hingga laporan ini ditayangkan, otoritas belum menanggapi pertanyaan-pertanyaan tersebut.