Sehingga, kata dia, kebijakan ini berpotensi melemahkan melemahkan nilai tukar rupiah dan memicu kenaikan suku bunga. Saat suku bunga naik, kata Bhima, sudah dipastikan beban bunga utang tahun depan juga semakin meningkat.
CEO PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, Lilis Setiadi, mengatakan semula tapering di Amerika memang diperkirakan mulai jalan 2023 atau 2022. Tapi dalam perkembangan terakhir, kata Lilis, kebijakan ini kemungkinan bakal mulai jalan November 2021.
Kebijakan akan dilakukan secara bertahap selama 9 hingga 10 bulan, sampai sekitar Juli 2022. "Baru kemudian diikuti dengan kenaikan suku bunga The Fed," kata dia.
Deputi Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Amalia Adininggar Widyasanti memahami ada kekhawatiran soal tren kenaikan rasio utang ini. Tapi, ia memastikan rasio saat yang di bawah 60 persen masih berada di batas yang normal.
Selain itu, Amalia juga tidak yakin bahwa rasio utang bisa langsung tembus 60 persen seperti yang dikhawatirkan Bhima. Alasannya, ekonomi sudah mulai pulih dan terus menuju perbaikan.
Menurut Amalia, hal yang penting bukanlah kenaikan rasio utang. Akan tetapi, bagaimana upaya untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi. Caranya dengan menggenjot ekspor hingga memperbanyak investasi. Sebab kalau ekonomi tumbuh, PDB naik, maka rasio utang akan turun dengan sendirinya.
Terlebih, kata dia, rasio utang Indonesia juga terbilang rendah dibandingkan negara lain yang bahkan sampai di atas 100 persen PDB. "Jadi kerentanan suatu ekonomi makro tidak diukur dari rasio utang saja," kata dia saat dihubungi.