Kemudian di sisi angkutan laut, pemerintah hanya membuka Pelabuhan Batam dan Pelabuhan Nunukan. Sedangkan di darat, hanya ada dua titik yang diizinkan dilewati penumpang rute internasional, yaitu Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Aruk dan PLBN Entikong.
Adita mengatakan pembatasan pintu masuk dilakukan agar pemerintah lebih mudah mengawasi pergerakan penumpang. “Selain itu ada pertimbangan soal infrastruktur dan sarana untuk tes, karantina, dan lain-lain,” ujar Adita.
Mencegah kecolongan masuknya varian virus corona anyar, pemerintah juga memperketat syarat pelaku perjalanan internasional yang akan masuk ke Indonesia. Penumpang, baik warga negara asing (WNA) maupun warga negara Indonesia (WNI), wajib menunjukkan hasil negatif tes Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT PCR) dari negara asal keberangkatan sebanyak tiga kali.
Penumpang menunjukkan hasil tes Covid-19 di negara asal sebelum keberangkatan, sesaat setelah tiba di negara tujuan, dan tujuh hari setelah kedatangan. Pengambilan sampel tes kesehatan dilakukan dalam kurun waktu maksimal 3 x 24 jam.
Syarat lainnya, penumpang wajib mengisi e-HAC Internasional Indonesia melalui aplikasi PeduliLindungi atau melapor secara manual di negara keberangkatan. Khusus bagi penumpang WNA, mereka wajib menunjukkan bukti kepemilikan asuransi kesehatan atau asuransi perjalanan. Setibanya di Indonesia, pelaku perjalanan akan menjalani karantina selama 8 x 24 jam.
Selama kebijakan pembatasan kedatangan internasional berlaku, Kementerian menemukan ada sejumlah penumpang yang tak melengkapi syarat-syarat perjalanan. “Khususnya PMI (pekerja migran Indonesia) yang menyeberang di Aruk atau Entikong dan di Batam. Langsung dilakukan tes di tempat oleh petugas KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan),” tutur Adita.