Dari tujuh pihak yang menjadi tergugat, hanya Pemerintah DKI yang melakukan mediasi selama dua kali di luar persidangan, yaitu pada 13 dan 27 November 2019. "Kami sepemahaman dengan para penggugat," kata Anies.
Pemerintah DKI mengambil tanggung jawab dengan berupaya melaksanakan apa yang digugatkan. "Tapi, kami juga mengajak masyarakat untuk ikut ambil tanggung jawab dalam mengendalikan kualitas udara ini."
Dalam gugatannya ada 14 hal yang diminta oleh penggugat, yaitu melaksanakan uji emisi dan mengevaluasinya secara berkala serta pengetatan baku mutu emisi dan penetapan sanksi bagi usaha dan/atau kegiatan sumber pencemar udara tidak bergerak (STB) yang beroperasi di Jakarta. Lalu, sanksi terhadap tindakan pembakaran sampah yang langsung dijatuhkan sejak pelanggaran kewajiban dilakukan.
Penggugat meminta Stasiun Pemantau Kualitas udara (SPKU) ditambah, hingga menyusun Strategi dan Rencana Aksi Pemulihan Pencemaran Udara. Juga meminta moratorium rencana pembangunan yang berpotensi membuang emisi yang signifikan seperti rencana pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) dan rencana pembangunan enam ruas jalan tol.
“Dari gugatan tersebut, telah tercapai kesepakatan pada seluruh hal," kata Anies. Namun, ada dua hal yang belum tercapai kesepakatan antara kedua pihak, terutama yang berkaitan dengan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) dan pembangunan enam ruas jalan tol.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono mengatakan Istana belum menentukan langkah yang akan diambil soal kemenangan masyarakat atas gugatan polusi udara di Ibu Kota. "Soal ini, kami sudah berkomunikasi dengan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Posisi pada saat ini adalah menunggu salinan putusan pengadilan terkait untuk kemudian dipelajari terlebih dahulu sebelum diputuskan langkah selanjutnya yang akan diambil," ujar Dini dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat, 17 September 2021.