Sri Mulyani mengatakan selama ini pemanggilan pertama kali dan kedua kali dilakukan secara personal atau tidak dipublikasikan kepada masyarakat. Sebab, ia mereka masih dianggap memiliki niat baik dan mau menyelesaikan perkara tersebut. "Yang paling penting adalah mendapatkan kembali hak tagih pemerintah atas bantuan likuiditas Bank Indonesia yang diberikan lebih dari 22 tahun lalu," ujar dia.
Pengejaran terhadap obligor itu pun, kata Sri Mulyani, akan dilakukan termasuk kepada obligor dan debitur yang berada di luar negeri. Tak hanya itu, ia akan menguber para obligor dan debitur hingga ke keturunannya untuk mendapatkan kembali hak negara.
“Karena barangkali usahanya sudah diteruskan oleh keturunannya. Jadi kita akan bernegosiasi dan berhubungan dengan mereka untuk mendapatkan kembali hak negara,” kata Sri Mulyani.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md menyebut langkah tegas akan diambil jika para obligor dan debitur mangkir dari pemanggilan lebih dari tiga kali.
"Dipanggil tiga kali tidak datang ya kita lakukan upaya-upaya lain. Bahkan kalau di dalam hukum perdata itu, bisa juga dengan gijzeling (penahanan paksa badan). Kalau terpaksa dilakukan itu," kata Mahfud Jumat, 27 Agustus 2021 di Karawaci, Tangerang.
Tak hanya itu, Mahfud juga menyebut para obligor dan debitur ini bisa dinilai wanprestasi jika masih juga tak mau memenuhi panggilan. Ia menegaskan Satgas BLBI memiliki kuasa untuk menentukan hal ini. "Kalau pada saatnya titik tertentu nanti ditentukan oleh Satgas kok tidak jelas, kalau sudah wanprestasi itu artinya sudah melanggar hukum lah. Kita akan ke sana nanti," kata Mahfud Md.
Hingga saat ini, pemerintah telah mengamankan 49 bidang tanah seluas 5,2 juta meter persegi milik obligor maupun debitur penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Pada tahap berikutnya, Satgas BLBI telah merencanakan penguasaan dan pengawasan aset eks BLBI atas 1.672 bidang tanah dengan luas total sekitar 15.288.175 meter persegi, yang tersebar di berbagai kota/kabupaten di Indonesia.
Pemerintah mencatat hak negara Rp 110 triliun itu akan ditagih kepada 22 obligor. Namun, berdasarkan dokumen yang diterima Tempo, pemerintah memiliki daftar obligor atau debitur yang masuk ke dalam prioritas penanganan.
Tujuh obligor yang masuk ke dalam daftar prioritas penanganan tersebut antara lain Trijono Gondokusumo dari Bank Putra Surya Perkasa. Dia tercatat memiliki utang Rp 4,89 triliun. Dasar utang tersebut adalah akta pengakuan utang atau APU. Berdasarkan keterangan di dokumen tersebut, telah ada jaminan atas utang Trijono, namun tidak cukup.