Pada moda transportasi angkutan darat, peningkatan penumpang hanya tampak saat akhir pekan selama level PPPKM turun. Organisasi Angkutan Darat atau Organda menyatakan jumlah penumpang bus antar-kota di Jawa meningkat 10-15 persen.
“Ada peningkatan tapi tidak signifikan. Akhir pekan saja meningkat, tapi kalau di hari-hari biasa masih seperti sebelumnya,” kata Sekretaris Jenderal DPP Organda Ateng Haryono.
Pada hari-hari biasa, jumlah penumpang bus berkisar 25 persen per armada. Ateng mengakui jumlah penumpang ini masih jauh dari titik impas alias break even point (BEP). BEP penumpang bus antar-kota untuk setiap perjalanan adalah 60 persen. Dengan memenuhi BEP, pendapatan yang dikeluarkan operator bus sama dengan modalnya.
Meski terjadi peningkatan saat PPKM dilonggarkan, Ateng mengatakan jumlah armada yang dioperasikan oleh pengusaha otobus belum bertambah. Saat ini jumlah bus yang beroperasi rata-rata hanya 50 persen dari total unit yang ada.
Ateng mengimbuhkan, peningkatan jumlah penumpang yang tidak signifikan terjadi karena masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak melakukan perjalanan di tengah pandemi Covid-19 bila tidak memiliki kepentingan mendesak. “Terbukti mereka yang melakukan perjalanan ya memang mereka yang harus pulang atau pelaju,” kata Ateng.
Pengamat penerbangan sekaligus Komisaris PT Asia Aero Technology, Alvin Lie, menyatakan penurunan status PPKM dari level 4 ke level 3 di sejumlah wilayah tidak bisa serta-merta mendongkrak jumlah penumpang angkutan umum, tak terkecuali pesawat. Musababnya, pemerintah masih memberlakukan syarat vaksinasi bagi penumpang perjalanan. Padahal jumlah masyarakat tervaksin dosis pertama saat ini baru menyentuh 30 persen. Dengan demikian potensi pasar penumpang angkutan umum menjadi sempit.
Selanjutnya, dia melihat penumpang masih terbebani dengan syarat penerbangan berupa tes swab PCR. Meski harga tes PCR telah turun menjadi kisaran Rp 450-550 ribu, banyak daerah di luar Jawa yang belum memiliki fasilitas laboratorium yang memadahi. Walhasil, hasil tes pun baru keluar selama tiga hari.
“Padahal masa berlaku tes maksimal hanya 2x24 jam untuk penumpang pesawat sehingga mubazir itu tidak bisa digunakan sebagai syarat,” ujar Alvin.
Di sisi lain, Alvin mengatakan perilaku masyarakat tidak bisa serta-merta pulih. Masih banyak warga yang takut bepergian atau menunda perjalanannya di tengah ketidakpastian penyebaran Covid-19.
Kemudian, ia juga memperkirakan kebutuhan bepergian masih minim. Kebutuhan perjalanan saat ini baru sebatas kepentingan pribadi yang mendesak, kepentingan dinas, dan kepentingan bisnis. Bahkan perjalanan bisnis tak seramai sebelum pandemi karena adanya penurunan penghasilan sejumlah sektor.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono, mengingatkan agar Kantor Kesehatan Pelabuhan atau KKP memperkuat pengawasannya terhadap penyebaran Covid-19 di simpul-simpul transportasi. Peningkatan kewaspadaan ini seiring dengan potensi penyebaran varian virus baru corona Mu yang telah menjangkit sejumlah negara.
“Tapi kalau pelaku perjalanan sudah divaksin dan patuh 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun), mungkin kenaikan (penyebaran Covid-19) bisa ditekan,” katanya.
Baca Juga: Pengusaha Warteg Curhat: Tak Butuh 60 Menit Dine-In, tapi Dana untuk Sewa Lapak