TEMPO.CO, Jakarta - Somasi yang dilayangkan kubu Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kepada Direktur Eksekutif Lokataru, Haris Azhar, menandai tren baru represi pemerintah kepada masyarakat sipil.
Pola semacam ini bukan pertama kalinya dilakukan oleh pejabat publik. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga pernah menyomasi Indonesia Corruption Watch (ICW).
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati melihat tren baru ini bukan merupakan suatu kebetulan. Dalam dua somasi yang dilayangkan oleh Moeldoko dan Luhut, terdapat kesamaan.
"Dari sisi aktor, bukan hanya pemerintah tapi dari posisi dan jejak jabatan cukup dekat dengan Presiden. Dari sisi isu, keduanya menyangkut ekonomi politik," kata Asfinawati saat dihubungi Tempo, Ahad, 29 Agustus 2021.
Luhut menyomasi Haris Azhar pada Kamis lalu. Ia memprotes bincang-bincang Haris dengan koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. Dalam perbincangan itu, Luhut disebut diduga ikut bermain dalam konsesi tambang emas di Papua.
Kuasa hukum Luhut, Juniver Girsang, mengatakan bahwa kalimat yang disampaikan Haris di video itu mengandung bahasa yang sangat provokatif, tendensius, pencemaran nama baik, penghinaan, dan berita bohong.
"Karenanya dalam surat kami itu menyatakan kepada, baik Fatia dan Haris Azhar, agar menjelaskan kepada kami mengenai motif, maksud, dan tujuan dari pengunggahan video," kata Juniver.
Juniver membantah pernyataan bahwa Luhut bermain dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua. Dalam somasinya, Luhut bahkan meminta agar video wawancara itu dihapus. Moeldoko membantah pernyataan ICW. Ia meminta ICW membuktikan tudingan mereka. Meski telah dijawab ICW, namun somasi ketiga tetap dilayangkan.
Asfin melihat somasi itu seharusnya dilayangkan warga atau masyarakat kepada pejabat publik atau pemerintah. Fungsi pejabat publik memang seharusnya mendapat pengawasan dari masyarakat. Namun dalam dua kasus ini, kejadiannya terbalik.
Ia meyakini upaya itu hanya akan menekan kebebasan berpendapat tumbuh di Indonesia. Dengan adanya somasi, masyarakat akan cenderung berpikir berkali-kali sebelum melakukan kritik terhadap pemerintah.
Asfin yakin somasi seperti ini menjadi modus baru yang dilakukan pemerintah untuk menekan kebebasan berpendapat. Asfin menduga langkah somasi sengaja dipilih agar para pejabat publik itu lebih mendapat simpati dari masyarakat dan dengan memainkan posisi menjadi korban (playing victim). "Sepertinya begitu. Setelah kritik di mana-mana tentang penghinaan pasal UU ITE," kata Asfin.
Baca juga: Ini Alasan Luhut Somasi Haris Azhar dan Koordinator KontraS