Masalahnya, kebangkitan khususnya di bidang otomotif, menurut dia, masih agak sulit karena berhembus kabar pemberlakuan kebijakan pajak penjualan barang mewah atau PPnBM tak kan akan diperpanjang. PPnBM 100 persen untuk pembelian mobil baru 1.500 cc hingga 2.500 cc pada Maret lalu disebut-sebut tetap disetop per akhir Agustus 2021 sesuai jadwal.
Padahal diskon itu yang berhasil mendongkrak produksi industri otomotif semester I 2021 mencapai 588.881 ribu unit atau naik 49,4 persen secara year on year. Produksi ini terdiri atas wholesales sebesar 460.105 unit (naik 40,8 persen) dan ekspor CBU sebanyak 166.069 unit (naik 38,2 persen). Jika relaksasi PPnBM ditiadakan, Nangoi khawatir hal itu akan memukul penjualan kendaraan.
Harap-harap cemas juga dirasakan oleh kalangan pengusaha yang sebelumnya sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Sejumlah pengusaha mengaku menggantungkan pada anggaran pemulihan ekonomi nasional atau PEN dalam postur RAPBN 2022. Tapi ternyata anggaran yang pada 2021 ditetapkan sebesar Rp 744,75 triliun, besarannya dipangkas tinggal Rp 321,2 triliun untuk tahun depan.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi Sukamdani. Ia melihat melorotnya anggaran pemulihan ekonomi berdampak terhadap berkurangnya insentif fiskal kepada pengusaha.
Pengusaha, khususnya korporasi, berpeluang tidak lagi menikmati berbagai keringanan di tengah kondisi krisis yang belum sepenuhnya mereda. “Kondisi ini pasti akan ada dampaknya, akan akan timbul masalah. Kalau dihitung untung ruginya, pemerintah berpatokan mengurangi defisit, tapi sektor riil masih bermasalah."
Sinyal mengurangi insentif dunia usaha sebelumnya disampaikan Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan. Kementerian menyatakan pemerintah akan lebih selektif memberikan kelonggaran pajak dengan mencermati perkembangan penyebaran virus corona.
Padahal, menurut Hariyadi, kunci pemulihan ekonomi adalah dukungan terhadap penanganan pandemi Covid-19, tak terkecuali dari sisi anggaran. Jika penanganan pandemi belum optimal, perekonomian termasuk sektor usaha tidak akan melaju ke pertumbuhan yang menggembirakan.
Dia memprediksi sepanjang 2022, pengusaha khususnya korporasi, masih membutuhkan jejaring bantuan berupa relaksasi utang dan restrukturisasi pembiayaan lainnya. Di tengah perkembangan pandemi Covid-19 yang serba tidak pasti, restrukturisasi diharapkan dapat meringankan beban operasional pengusaha.