Kedua merk masker N95 ini pemegang sertifikasi dari Food and Drug Administration alias FDA dan National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). Artinya, masker yang disediakan PT IDS dan PT ALK sama-sama memenuhi syarat sebagai respirator jenis N95.
BPK menilai kedua respirator sama-sama memenuhi kualitas mutu. Namun, pejabat pembuat komitmen tidak melanjutkan kerja sama dengan PT IDS dan justru memesan masker N95 dengan harga lebih mahal kepada PT ALK.
Angka Rp 5,85 miliar diperoleh dari selisih harga antara pengadaan masker N95 oleh PT ALK dengan total Rp 17,55 miliar (195 ribu lembar x Rp 90 ribu) dikurangi harga yang ditawarkan PT IDS (195 ribu lembar x Rp 60 ribu) yang totalnya Rp 11,7 miliar. Jika memesan kepada PT IDS, Dinas Kesehatan dapat memperoleh masker tambahan sebanyak 97.500 lembar dengan harga satuan Rp 60 ribu.
Sedangkan untuk rapid test, Dinas Kesehatan DKI membeli rapid test covid IgD/IgM Rapid Test Cassete sebanyak 50 ribu pcs kepada PT NPN. Satu kemasan berisi 25 rapid test cassete merk Clungene. Satu rapid dibanderol Rp 197.500, sehingga total nilai kontrak mencapai Rp 9,87 miliar. Waktu pelaksanaan kontrak dimulai 19 Mei 2020.
Dinas Kesehatan DKI melakukan pengadaan rapid test yang sama, mulai merk hingga kemasan, kepada PT TKM sebanyak 40 ribu lembar. Harga per unit senilai Rp 227.272 dengan total nilai kontrak Rp 9,09 miliar. Waktu pelaksanaan kontrak dimulai 2 Juni 2020.
Dari kerja sama dengan dua perusahaan ini, ada selisih harga Rp 1,19 miliar untuk pengadaan rapid test yang sama. "Berdasarkan uraian di atas bila disandingkan pengadaan kedua penyedia tersebut maka terdapat pemborosan atas keuangan daerah senilai Rp 1,19 miliar," demikian laporan audit BPK DKI 2020.