Hamparan sampah plastik setelah banjir menerjang Bad Neuenahr-Ahrweiler, di Jerman, 15 Juli 2021. REUTERS/Wolfgang Rattay
Perubahan iklim juga merusak vegetasi dan penahan banjir alami akibat naiknya temparature atau cuaca yang lebih sulit ditebak. Alhasil, ketika hujan deras datang dan sungai meluap, tidak ada yang menahan banjir tersebut.
"Namun, apa yang terjadi di Jerman di luar dugaan kami. Seharusnya korban tidak sampai sebanyak itu," ujar Linda Speight, hidrometeorologi dari Universitas Reading, Inggris.
Perubahan iklim, seperti dikatakan sebelumnya, hanya satu faktor. Faktor berikutnya, kata Speight, adalah buruknya koordinasi dan kurangnya persiapan. Sistem peringatan dini Jerman tak ada masalah, masih berfungsi secara real time sebagaimana seharusnya, namun aparat Jerman tidak menduga akan sebesar dan secepat itu, bahkan mencetak rekor baru.
Ketika aparat tidak menduga banjir akan naik begitu cepat dan besar, koordinasi menjadi berantakan. Di beberapa tempat, peringatan sampai tepat waktu, beberapa tidak beruntung. Mereka yang tidak beruntung menghadapi banjir ketika bencana itu sudah di depan mata.
"Tidak ada persiapan yang matang karena tidak ada yang menduga bencananya akan datang seperti itu," ujar juru bicara Badan Meteorologi Jerman, Uwe Kirsche.
Liz Stephens, associate professor dari Departemen Geografi dan Lingkungan Hidup Universitas Reading, menyebut banjir yang terjadi beberapa hari terakhir adalah pertanda bahwa negara terkaya pun tak siap. Dan, hal itu diperburuk dengan abainya mereka terhadap peringatan selama ini.
London misalnya, kata Stephens, berdiri di atas lahan banjir. Sistem drainase-nya masih mempertahankan peninggalan zaman Victorian yang jelas belum pernah menghadapi banjir sebesar sekarang. Menurut datanya, 1 juta penduduk London tinggal di atas lahan banjir dan 17 persen wilayah London masuk kategori rentan banjir. Tak ada langkah untuk merespon itu.