TEMPO.CO, Jakarta - Pemberlakuan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat atau yang kini disebut PPKM Level 4, berakhir hari ini, Ahad, 25 Juli 2021. Publik masih menanti pengumuman keputusan pemerintah ihwal kelanjutan pembatasan masyarakat ini.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia, Pandu Riono menyebut, jika melihat kondisi saat ini, relaksasi atau pelonggaran pembatasan semestinya belum bisa dilakukan. "Jika merujuk indikator epidemiologis belum banyak perubahan dari pembatasan darurat maupun level 4 yang berlaku sejak 3 Juli lalu," ujar Pandu, Sabtu, 24 Juli 2021.
Ia mengatakan penurunan angka kasus harian belakangan ini juga lantaran testing menurun. Sedangkan angka pasien yang dirawat di rumah sakit masih besar.
Kendati demikian, Pandu meyakini pemerintah akan tetap melonggarkan pembatasan karena pertimbangan ekonomi. Dia memprediksi, relaksasi akan diberlakukan di daerah-daerah yang perekonomiannya terdampak signifikan karena pengetatan pembatasan. "Di daerah-daerah pertumbuhan ekonomi tinggi yang berdampak, mungkin Jakarta, Surabaya, Bandung, yang ada demo-demo," ujar Pandu.
Selasa malam, 20 Juli lalu, Presiden Joko Widodo melontarkan sinyal bahwa pelonggaran PPKM darurat dimungkinkan mulai Senin, 26 Juli. "Pemerintah akan memantau dinamika di lapangan dan mendengar suara-suara masyarakat terdampak PPKM. Jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap," ujar Jokowi dalam konferensi pers daring, Selasa, 20 Juli 2021.
Pedagang sektor non esensial menunggu pembeli di Pasar Badung, Denpasar, Bali, Jumat 23 Juli 2021. Sebanyak 1.684 pedagang sektor non esensial di 16 pasar se-Denpasar yang ditutup pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat tersebut kembali diizinkan berjualan saat pelaksanaan PPKM level 3 dengan mengatur jam tutup untuk semua pasar maksimal pukul 21.00 WITA. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Pelonggaran bertahap itu, misalnya, pasar tradisional diizinkan bisa beroperasi hingga pukul delapan malam dengan kapasitas 50 persen pengunjung. Begitu pula restoran dan tempat makan dengan ruang terbuka bisa beroperasi hingga pukul 21.00.
Dikutip dari laporan Majalah Tempo edisi pekan ini, sehari sebelum menyampaikan sinyal pelonggaran pembatasan tersebut, Jokowi menggelar rapat terbatas dengan jajaran menteri kabinet. Dua pejabat yang mengikuti pertemuan menyebut, ada kegamangan pemerintah memperpanjang PPKM Darurat. Pertimbangannya adalah penghasilan masyarakat kelas bawah terus tergerus akibat adanya pembatasan.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan dalam rapat itu juga disebut melaporkan, masyarakat diperkirakan hanya bisa bertahan dalam enam hari karena tak lagi memiliki tabungan. Budi, kata dua pejabat tadi, juga menyampaikan angka kecemasan masyarakat meningkat dari 30 menjadi hampir 50 persen. Ia mengingatkan, angka kecemasan itu tak boleh melebihi 60 persen agar tidak timbul keresahan sosial dan penolakan terhadap PPKM.
Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay menilai, tentu tidak mudah bagi pemerintah untuk menentukan kebijakan lanjutan. Namun jika pemerintah ternyata nanti akan memperpanjang pembatasan, ujar dia, maka harus dipastikan bahwa jaring pengaman sosial dalam bentuk bansos dan subsidi harus benar-benar diberikan ke masyarakat dan tepat sasaran.
"Tanpa jaring pengaman sosial dan bantuan sosial, kebijakan ini dinilai tidak akan efektif. Dipastikan akan tetap ada orang yang mencoba melanggar prokes karena faktor kebutuhan sehari-hari. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak orang yang terdampak dan belum mendapatkan bantuan sebagaimana mestinya," ujar Ketua Fraksi PAN DPR RI ini.
Pasien dengan masalah pernapasan terlihat di luar ruang gawat darurat di rumah sakit pemerintah di Jakarta, 1 Juli 2021. Indonesia mengalami lonjakan kasus Covid-19 sejak pertengahan Juni 2021 lalu. REUTERS/Yuddy Cahya Budiman
Eks Direktur Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama mengingatkan sejumlah dampak yang mungkin terjadi jika relaksasi dilakukan.
"Kalau dilakukan pelonggaran, maka perlu dihitung betul dampaknya pada sedikitnya tiga hal; korban sakit dan bahkan meninggal; beban rumah sakit/fasyankes; dan pada ujungnya kemungkinan dampak pada roda ekonomi juga kalau kasus menjadi naik tidak terkendali," ujar Yoga dalam keterangannya, Ahad, 25 Juli 2021.
Ia mengutip data pemerintah, angka kematian masih tinggi mencapai lebih dari 1.500 orang per hari. Angka positivity rate dalam beberapa hari terakhir juga masih sekitar 25 persen, dan bahkan kalau berdasar PCR maka angkanya lebih dari 40 persen. Belum lagi, ujar Yoga, saat ini Indonesia berhadapan dengan varian delta yang angka reproduksinya sekitar 5,0 - 8,0.
"Artinya potensi penularan di masyarakat masih amat tinggi sekali, sehingga pembatasan sosial masih amat diperlukan untuk melindungi masyarakat kita dari penularan dan dampak buruk penyakit Covid-19," tuturnya.
Guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengingatkan, jangan sampai kebijakan pelonggaran yang dilakukan karena pertimbangan ekonomi, lantas membuat situasi epidemiologi jadi memburuk. "Maka dampak ekonominya, malah bukan tidak mungkin, jadi lebih berat lagi," ujarnya.
Dalam situasi sekarang ini, ujar dia, pemerintah dapat mengambil opsi penyesuaian, misalnya, sektor formal yang menerima gaji bulanan tetap bekerja dari rumah sementara sektor informal bisa mulai dilonggarkan bertahap. "Salah satu penyesuaian terbaik adalah bentuk PPKM setidaknya tetap seperti sekarang, tetapi semua sektor terdampak mendapat bantuan sosial," ujar Yoga.
DEWI NURITA | BUDIARTI UTAMI PUTRI