Salah satu pelanggaran berulang itu adalah tidak menggunakan masker. Meski dijerat sanksi sosial atau denda administratif, para pelanggar tidak kapok mengulang pelanggaran yang sama. Sanksi yang harus dijalani hanyalah menyapu jalan selama satu jam.
Untuk mencegah pelanggaran berulang itu, Anies berencana menjerat warga yang kembali ketahuan tak memakai masker dengan sanksi pidana berupa kurungan tiga bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu. Tidak ada lagi sanksi sosial.
Sanksi pidana lainnya ditujukan kepada perkantoran, pelaku usaha transportasi konvensional dan daring, serta pelaku usaha rumah makan atau sejenisnya. Ancaman kurungannya sama, tapi denda paling banyak Rp 50 juta.
Pro dan kontra usulan revisi ini kemudian muncul di kalangan politikus Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Mayoritas fraksi menolak usulan tersebut. Mereka keberatan dengan sanksi pidana yang dinilai meresahkan masyarakat.
Pelanggar protokol bersiap menjalankan hukuman dari Satpol PP di kawasan Kramat Sentiong, Jakarta, Rabu, 30 Desember 2020. Razia yang menyasar kawasan pemukiman warga bertujuan mencegah meningkatnya penyebaran wabah Covid-19 di Jakarta. TEMPO/Subekti.
Anggota Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Agustina H. alias Tina Toon misalnya, terang-terangan menolak revisi Perda 2/2020. Menurut dia, tak elok jika pemerintah menghukum warga di tengah kondisi sulit.
"Untuk pendekatan pidana saya rasa ini menjadi ancaman juga bagi warga yang sekarang dalam posisi yang tidak baik-baik saja," ucap dia dalam rapat Bapemperda DPRD secara daring, Kamis, 22 Juli 2021.
Selain sanksi pidana terhadap pelanggar protokol kesehatan ketentuan PPKM, Anies mengusulkan pasal pemberian kewenangan penyidikan kepada Satpol PP. Usul ini ditolak sebagian anggota DPRD DKI.
Sekretaris Fraksi PSI Anthony Winza Probowo, misalnya, menyebut masih banyak oknum Satpol PP yang belum bisa disiplin ataupun menegakkan Perda Covid-19.
Selanjutnya PSI minta peraturan pidana Satpol PP yang pungli juga dimasukkan ke dalam perda