TEMPO.CO, Jakarta - Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat di Jawa-Bali akan selesai pada 20 Juli mendatang. Namun, wacana perpanjangan kebijakan tersebut mulai mengemuka.
Menteri Keuangan Sri Mulyani yang pertama kali menyampaikan rencana perpanjangan PPKM Darurat hingga 6 minggu, dalam Rapat Kerja bersama dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin, 12 Juli 2021.
Dengan risiko pandemi Covid-19 di Indonesia yang masih tinggi, menurut dia, ditambah lagi dengan munculnya varian delta, pemerintah berharap pembatasan mobilitas masyarakat tersebut dapat menurunkan kasus infeksi.
Namun, rencana ini mendapat pertentangan dari sejumlah kalangan. Pekerja seni hingga mahasiswa menolak PPKM Darurat ini diperpanjang. Salah satunya Didi Riyadi, aktor dan musisi yang membuat surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
"Surat terbuka ini bagian dari concern dan kepedulian saya kepada bangsa dan negara, harapannya bisa sampai serta didengar oleh istana dan pemerintah," tulis Didi dalam surat yang diunggahnya di Instagram pada Rabu, 15 Juli 2021.
Didi mengapresiasi pemerintah atas ketegasan mengeluarkan bebagai kebijakan, seperti PSBB dan PPKM Darurat yang sedang berlangsung saat ini. Namun, dari hasil pengamatannya, ada banyak pihak yang terdampak, seperti tidak bisa bekerja dan menafkahi keluarga.
"Perpanjangan PPKM Darurat tidak akan bisa selesaikan wabah, pilihannya seperti buah simalakama, mati karena wabah atau mati karena kelaparan,” katanya.
Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM, Mahardika Ageng Kartiko, juga menyuarakan penolakannya atas perpanjangan PPKM Darurat. Selain menganggap tak efektif menekan kasus positif Covid-19, Dika merasa bahwa PPKM Darurat ini berdampak buruk bagi masyarakat berekonomi menengah ke bawah.
“Seperti para pedagang di pasar, sejak pandemi, jarang masyarakat yang mengunjungi pasar. Apalagi ada PPKM ini, nggak ada pemasukan bagi mereka karena pasar-pasar ditutup,” ujar Dika.
Mahasiswa Prodi Ilmu Hukum FH UNY ini, Anisa Ferunika, menilai bahwa pemerintah dan masyarakat masih belum sepenuhnya siap menjalani PPKM Darurat. Apalagi dalam bidang ekonomi, masih banyak masyarakat yang menggantungkan untuk dapat makan pada pekerjaan mereka setiap hari.
Sosiolog UNJ Ubedilah Badrun menilai PPKM Darurat adalah kebijakan yang strategi antisipasinya setengah hati, terutama antisipasi kondisi sosial ekonomi masyarakatnya yang terlihat gagap dan mengabaikan aspirasi.
Menurut Ubed, dampak yang paling terlihat dengan PPKM Darurat adalah penurunan kemampuan sosial ekonomi karena masyarakat dilarang beraktivitas ekonomi, tetapi tidak diberikan bantuan yang signifikan. Bahkan sejumlah warga tidak mendapatkannya.
Jika situasi ini terus diperpanjang, Ubed memperkirakan akan muncul ketegangan sosial. “Tensi sosial akan meninggi karena kemiskinan terus terjadi. Di saat yang sama cara penertiban sosial terhadap masyarakat juga sangat tidak humanis,” ucap Ubed kepada Tempo, Ahad, 18 Juli 2021.
Ubed mengatakan, jika tensi sosial meninggi dan gagal diantisipasi, yang mungkin akan terjadi adalah kekacauan sosial yang meluas. Hal ini, kata Ubed, akan diperparah dengan performa pemerintah yang makin buruk sehingga kebencian terhadap pemerintah akan makin meninggi.
Ia menyarankan langkah mendesak yang harus dilakukan pemerintah adalah mengubah orientasi agar lebih mengutamakan nyawa rakyat dengan turunan strategi humanis. Langkah tersebut semestinya bisa disiapkan Menteri Kesehatan dan Menteri Sosial. Masalahnya, Ubed menilai Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan yang berlatarbelakang militer kurang memiliki paradigma humanis.
Direktur Center of Economic and Law Studies Celios Bhima Yudhistira mengatakan, perpanjangan PPKM Darurat akan berdampak menurunkan minat masyarakat untuk berbelanja. Dampaknya, gelombang perusahaan yang pailit akan meningkat, khususnya di sektor retail, transportasi, dan pariwisata.
Bhima pun memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kuartal III bisa terkontraksi kisaran -0,5 persen untuk batas bawah dan 2 persen batas atas. Penurunan pertumbuhan ekonomi terjadi karena berbagai agenda untuk mendorong belanja, seperti Ramadan dan Lebaran, sudah lewat.
Selanjutnya: Diusulkan ada bantuan subsidi upah Rp 5 juta per pekerja..