Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyarankan pemerintah melakukan negosiasi ulang alias renegosiasi utang dengan para kreditor. Langkah itu, menurut dia, juga dijajaki oleh banyak negara untuk mengurangi beban di tengah pandemi.
"Ruang itu terbuka. Bank Dunia dan IMF menyerukan untuk mengurangi beban utang di masa pandemi. Indonesia ini bukan negara maju, melainkan negara berpendapatan menengah ke bawah, sehingga layak melakukan renegosiasi utang dengan para kreditor," kata Bhima kepada Tempo, Kamis, 24 Juni 2021.
Dengan melakukan renegosiasi atau restrukturisasi, beban utang tidak terus meningkat. Sehingga ruang fiskal bisa digunakan untuk belanja lainnya. "Jadi minta penangguhan utang hingga 2022 bahkan sampai 2023 untuk pembayaran bunga utang dimoratorium."
Pasalnya, Bhima mengatakan level utang pemerintah sudah pada level yang membahayakan atau sangat mengkhawatirkan dari berbagai indikator. Misalnya debt to service ratio atau kemampuan membayar utang pemerintah dibandingkan utang negara itu sudah di atas 50 persen pada 2020. Hal ini mengakibatkan pemerintah harus membayar bunga utang yang lebih mahal untuk mendapatkan pinjaman baru.
Terkait kekhawatiran akan kemampuan pemerintah membayar utang, Staf Khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo, pemerintah telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan luar biasa yang menjaga pembiayaan pada kondisi aman pada 2020.
Bahkan upaya menekan biaya utang dilakukan dengan berbagai cara antara lain burden sharing dengan BI, konversi pinjaman luar negeri dengan suku bunga dekati nol persen, hingga penurunan yield menjadi 5,85 persen.
Prastowo mengatakan pandemi ini adalah kejadian luar biasa yang dihadapi hampir semua negara. Negara-negara tersebut pun turut mengambil kebijakan countercyclical untuk menjaga perekonomian dan memberi stimulus.
Implikasinya, kata dia, defisit melebar. Namun dia menilai langkah tersebut perlu diambil demi tujuan dan kepentingan yang lebih besar. Terkait batas aman, Prastowo berterima kasih lantaran BPK telah mengingatkan batasan yang disampaikan IMF, yaitu rasio utang di kisaran 25-30 persen.
"Ini terus dijaga hingga 2019, sayang pandemi terjadi. Tahun 2020 rasio utang kita 39,39 persen, Filipina 48,9 persen, Thailand 50,4 persen, Cina 61,7 persen, Korea Selatan 48,4 persen, dan Amerika Serikat 131,2 persen," ujar dia.