Laporan BPK itu memicu reaksi. Salah satunya dari Anggota komisi keuangan Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga. Dia mempertanyakan standar yang digunakan BPK dalam menentukan tingkat solvabilitas utang Indonesia.
"Dalam hal ini saya mempertanyakan standar apa yang digunakan oleh BPK dalam menentukan tingkat solvabilitas utang Indonesia? Ini harus dapat dibuktikan secara akuntabel," ujar Eriko, Rabu, 23 Juni 2021.
Eriko meminta BPK menjelaskan misalnya berapa banyak utang yang jatuh tempo sehingga dapat menyebabkan pemerintah gagal bayar. Pernyataan itu pun harus didukung oleh rilis resmi mengenai tata Kelola keuangan negara agar tidak terjadi misleading informasi.
"Memang harus diakui rasio utang Indonesia meningkat, baik dan buruk ini tentu saja relatif. Karena itu, BPK harus dapat menunjukkan sisi mana yang berbahaya? Apakah pengelolaan utang Indonesia sesuai dengan standar akuntabilitas keuangan negara?" ujar dia.
Pasalnya, kata Eriko, pemerintah sudah mempersiapkan pembayaran SBN dan sebagian besar utang pemerintah berupa SBN. "Kemudian solusi apa yang ditawarkan oleh BPK untuk mengatasi kenaikan rasio utang di tengah pandemi ini?" ujar Eriko.