Adapun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia alias YLKI menilai rencana itu tidak manusiawi. Musababnya, pengenaan PPN, kata Tulus, akan menjadi beban baru bagi masyarakat dan konsumen, berupa kenaikan harga kebutuhan pokok. Belum lagi jika ada distorsi pasar, tutur dia, maka kenaikannya akan semakin tinggi.
"Wacana ini jelas menjadi wacana kebijakan yang tidak manusiawi, apalagi di tengah pandemi seperti sekarang, saat daya beli masyarakat sedang turun drastis," ujar Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, Kamis, 10 Juni 2021.
Tulus pun mengatakan pengenaan PPN pada bahan pangan juga bisa menjadi ancaman terhadap keamanan pasokan pangan pada masyarakat. "Oleh karena itu, wacana ini harus dibatalkan," tuturnya.
Sebagai gantinya, ia mengatakan pemerintah seharusnya lebih kreatif untuk menggali pendapatan dana APBN. Misalnya, dengan menaikkan cukai rokok yang lebih signifikan.
"Dengan menaikkan cukai rokok, potensinya bisa mencapai Rp 200 triliun lebih. Selain itu, akan berdampak positif terhadap masyarakat menengah bawah, agar mengurangi konsumsi rokoknya, dan mengalokasikan untuk keperluan bahan pangan," ujar Tulus.
Dari sisi ekonomi, ekonom Achmad Nur Hidayat mengingatkan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako, jasa pendidikan, hingga jasa kesehatan akan berkaitan langsung dengan laju inflasi tahun ini dan tahun depan.
“Meski pemberlakukan kenaikan tarif PPN tidak diberlakukan tahun 2021, namun rencana kenaikan pajak tersebut dapat memicu inflasi 2021," ujar Hidayat.
Rencana kenaikan PPN terhadap sembako, menurut dia, akan mendorong masyarakat membeli sembako di luar kebutuhan karena takut harganya naik akibat pajak ini. Ia memperkirakan potensi kenaikan inflasi 2021-nya berkisar naik 1 sampai 2,5 persen, sehingga inflasi 2021 bisa mencapai 2,18 persen sampai 4,68 persen. Asumsinya, PPN sembako dipatok 12 persen.
Selain menimbulkan inflasi yang memberatkan konsumen secara umum, Menurut Achmad Nur Hidayat, kenaikan PPN terhadap sembako dari produksi pertanian juga akan menyebabkan petani kecil kehilangan kesejahteraan dan akhirnya makin miskin di tengah pandemi.
“Kenaikan pajak PPN 12 persen terhadap sembako juga menyebabkan petani kecil makin miskin karena makin sulit menjual produknya di saat konsumen makin mengerem belanja imbas kenaikan PPN tersebut,” ujar Hidayat. Untuk itu, ia pun meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut.