Meski demikian, sejauh ini pemerintah belum menentukan tarif mana yang akan diberlakukan. Terdapat beberapa opsi yang menjadi pertimbangan, yakni PPN Final 1 persen, tarif rendah 5 persen, atau tarif umum 12 persen.
Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini, bahan pokok menjadi kelompok barang yang dikecualikan sebagai objek pajak. Peraturan Menteri Keuangan No. 99/2020 menyebutkan setidaknya ada 14 kelompok barang yang tidak dikenai tarif PPN, di antaranya adalah beras dan gabah, jagung, sagu, garam konsumsi, gula konsumsi, susu, kedelai, telur, sayur-sayuran, dan buah-buahan.
Rencana itu belakangan memang menuai protes dari berbagai kelompok masyarakat. Misalnya saja Ikatan pedagang pasar Indonesia alias IKAPPI yang akan meminta Presiden Joko Widodo untuk membatalkan rencana itu.
"Kami memprotes keras upaya-upaya tersebut. Dan sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar di Indonesia kami akan melakukan upaya protes kepada presiden agar kementerian terkait tidak melakukan upaya-upaya yang justru menyulitkan anggota kami (pedagang pasar)," ujar Ketua Umum Ikappi Abdullah Mansury, Rabu, 9 Juni 2021.
Menurut dia, pemerintah harus mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan. Apalagi, kebijakan tersebut di gulirkan pada masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit.
Terlebih, Ikappi mencatat lebih dari 50 persen omzet pedagang pasar menurun. Pemerintah pun dinilai belum mampu melakukan stabilitas bahan pangan di beberapa bulan belakangan ini.
Turut memprotes rencana itu, Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional memperkirakan penerapan PPN Sembako akan membuat para petani dan nelayan merugi. Pasalnya, pengenaan PPN itu akan membuah harga komoditas naik dan permintaan di pasar turun.
"Itu akan berimbas ke konsumen yang akan mengerem membeli produk-produk yang harganya tinggi dan bisa berdampak sangat signifikan bagi pemasaran produk hasil bumi petani," ujar Wakil Sekretaris Jenderal KNTA Nasional Zulharman Djusman.
Kalau pun pemerintah tetap mau mengenakan PPN pada produk pertanian, Zulharman menyarankan agar pengenaan itu hanya untuk produk dari pengusaha berskala besar dan bukan untuk produk petani dan nelayan tradisional.
"Itu pun masukan yang masih harus dikaji kembali. Mengingat, semua sektor ekonomi pada saat ini sedang lesu dan kurang berjalan, bahkan rakyat masih tetap butuh perhatian dan bantuan pemerintah terutama pelaku ekonomi seperti petani dan nelayan," tuturnya.